

UNS Gagas Wisata Kampus Benteng Pancasila: Toleransi Tak Hanya Dibicarakan
/ Surakartan
UNS telah menyusun langkah-langkah konkret dalam mewujudkan Pancasila sebagai nilai hidup, bukan sekadar slogan.
KENTINGAN, Jebres | Pagi yang bersahabat di kompleks Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo membuka sebuah cerita yang tak biasa. Bukan soal kuliah umum atau seminar akademik, tapi tentang bagaimana sebuah kampus menjelma menjadi panggung nyata peradaban ideologi bangsa.
UNS dalam program bertajuk Wisata Kampus Benteng Pancasila, tak hanya memamerkan gedung dan fasilitas, tapi juga menunjukkan wajah Indonesia yang ramah, damai, dan penuh toleransi dalam wujud konkret, yakni berdirinya enam rumah ibadah secara berdampingan di lingkungan kampus.
Program yang diinisiasi oleh Pusat Studi Pengamalan Pancasila (PSPP) Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) UNS ini adalah refleksi nyata dari sebuah visi besar, yakni menjadikan kampus sebagai benteng ideologis, tempat di mana Pancasila tidak berhenti di pelajaran teori, tapi menjadi gaya hidup dan kesadaran kolektif.
Salah satu kunjungan perdana dari program ini adalah rombongan SMA Persatuan Kedungpring, Lamongan, Jawa Timur pada Rabu (30/4/2025). Sebanyak 148 siswa dari program A dan B beserta 12 pembina mengikuti kunjungan ini.
Rombongan yang dipimpin langsung oleh Kepala Sekolah SMA Persatuan Kedungpring, Fazar Budi Asmoro tiba di kampus UNS sekitar pukul 09.00 WIB dengan menggunakan tiga armada bus.
Saat menyambut rombongan pelajar, Ketua Pusat Studi Pengamalan Pancasila (PSPP) UNS Leo Agung memaparkan gagasannya dengan begitu tajam menyentuh nalar dan nurani.
“Pancasila tidak cukup hanya diajarkan di kelas. Ia harus dihidupkan. Dan kampus ini berusaha menjadi tempat di mana toleransi tidak hanya dibicarakan, tapi benar-benar dijalankan,” katanya di ruang LPPMP UNS.
Kalimat itu menjadi benang merah yang merajut seluruh kebijakan, kegiatan, hingga budaya akademik di UNS. Sejak mendeklarasikan diri sebagai Kampus Pelopor dan Benteng Pancasila pada 1 Oktober 2019, UNS telah menyusun langkah-langkah konkret dalam mewujudkan Pancasila sebagai nilai hidup, bukan sekadar slogan.
Dalam buku yang berjudul UNS Benteng Pancasila terbitan Pandiva Buku, Jamal Wiwoho, selaku Rektor UNS kala itu, menegaskan jika UNS mampu mewujudkan cita-citanya sebagai kampus yang memegang teguh Pancasila, maka jalan menuju universitas internasional akan terbuka lebar.
“Ketika UNS Benteng Pancasila telah terwujud dengan lestari, maka titik tolak menuju Universitas Kelas Dunia (World Class University) akan ada dengan sendirinya,” ujar Jamal.
Artinya, pencapaian akademik dan reputasi global tidak dapat dilepaskan dari fondasi ideologis yang kuat, yakni Pancasila.
Salah satu bentuk implementasi paling menonjol dari nilai-nilai Pancasila di UNS adalah kehadiran enam rumah ibadah lintas agama di satu area kampus. Yakni masjid, gereja Kristen, gereja Katolik, vihara, pura, dan kelenteng. Ini bukan hanya simbol toleransi, tapi juga pengingat bahwa di tengah keberagaman, Indonesia bisa tetap satu.
Deni Zein Tarsidi, salah satu peneliti PSPP UNS, mengatakan Wisata Kampus Benteng Pancasila memberi pengalaman tersendiri dengan menyaksikan langsung keberadaan rumah-rumah ibadah yang berdiri berdampingan.
“Kunjungan ini bukan sekadar agenda studi kampus, melainkan perjalanan bermakna untuk meresapi laboratorium hidup nilai-nilai kebangsaan secara langsung,” ujarnya.
Menjawab Tantangan Zaman dengan Pancasila
Era saat ini ditandai oleh disrupsi teknologi, disorientasi nilai, dan maraknya polarisasi sosial. Di tengah situasi itu, UNS tak ingin menjadi menara gading yang abai terhadap problem bangsa.
Dalam buku UNS Benteng Pancasila dipaparkan dengan tegas bahwa ketika bangsa ini dilanda turbulensi ideologis, kampus tidak boleh diam. UNS memilih untuk bersuara, berdiri kokoh sebagai penyangga keutuhan Indonesia melalui Pancasila.
UNS menjawab tantangan ini dengan program-program terstruktur: pengembangan kurikulum berbasis nilai, pusat studi ideologi, penelitian kebangsaan, serta pembinaan karakter mahasiswa. Pancasila tidak hanya menjadi mata kuliah, tetapi juga menjadi jiwa dari seluruh Tri Dharma Perguruan Tinggi: pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
Kekuatan UNS dalam merawat ideologi negara tidak hanya terletak pada narasi besar, tetapi juga pada kebijakan strategis yang konkret. Lebih dari itu, UNS juga membina nilai-nilai spiritual, kemanusiaan, persatuan, dan kebangsaan sebagai penguatan dari identitasnya sebagai benteng dan pelopor Pancasila.
Sementara, ketua rombongan sekaligus guru pendamping SMA Persatuan Kedungpring, Lamongan, Fazar Budi Asmoro mengungkapkan kekagumannya atas Langkah yang diambil PSPP UNS tersebut.
“Kami berterima kasih kepada UNS. Ini bukan sekadar studi kampus, ini pembelajaran karakter,” ujar Fazar.
Menurutnya, program Wisata Kampus Benteng Pancasila membuktikan bahwa transformasi ideologis bisa dilakukan dengan pendekatan yang menyentuh hati dan melibatkan semua pihak.
Di tengah arus globalisasi dan kemerosotan nilai kebangsaan, keberadaan institusi seperti UNS menjadi penting. Ia menjadi benteng, penjaga, sekaligus mercusuar nilai luhur bangsa. Pancasila, yang oleh sebagian dianggap usang atau sekadar teori, justru dihidupkan di lingkungan UNS dengan cara yang inklusif, membumi, dan kontekstual.
“UNS bangga menjadi kampus pertama dengan enam tempat ibadah dalam satu lingkungan. Ini bukan pencapaian biasa, tapi bentuk komitmen terhadap Pancasila,” tegas Triyanto, tim peneliti PSPP UNS.
Menurutnya, kegiatan Wisata Kampus Benteng Pancasila memang hanya berlangsung beberapa jam. Namun pengaruhnya dapat menyala bertahun-tahun, bahkan seumur hidup. UNS, dengan seluruh perangkatnya, menunjukkan bahwa merawat Pancasila tidak harus lewat wacana, tetapi aksi nyata.
Di tengah hiruk-pikuk zaman, UNS berdiri tegak, tak hanya sebagai universitas negeri, tetapi sebagai benteng ideologi bangsa. Sebuah tempat di mana perbedaan tidak dipertentangkan, melainkan dirayakan.
Editor: Tomi Kurniawan