Diskusi potensi dan kolaborasi Desa Bugisan, Tlogo, dan Sambirejo. (Arif Giyanto)
Inisiasi Kolaborasi Branding Desapolitan Prambanan Raya : Diskusi potensi dan kolaborasi Desa Bugisan, Tlogo, dan Sambirejo. (Arif Giyanto)
Diskusi potensi dan kolaborasi Desa Bugisan, Tlogo, dan Sambirejo. (Arif Giyanto)

Inisiasi Kolaborasi Branding Desapolitan Prambanan Raya

/ Surakartan

Istilah ‘Prambanan Raya’ merepresentasi semua desa di sekitar Candi Prambanan. Kolaborasi branding puluhan desa tersebut dapat bermula dari tiga desa yang bersepakat untuk saling melengkapi. Ketiganya adalah Desa Bugisan, Desa Tlogo, dan Kalurahan Sambirejo.


PLAOSAN, Bugisan | Candi Prambanan telah mendunia. Candi ini bukan hanya tentang tumpukan batu, tapi juga tentang peradaban dan manusia-manusia di sekitarnya. Dari zaman ke zaman, Prambanan tetap menjadi objek kajian dan wisata menarik yang terus dikunjungi. Candi yang branded itu dapat dijadikan pemersatu branding desa-desa di sekitarannya.

Pada Jumat (26/5/2023), bertempat di Georium Dunia, tiga desa duduk bersama dan berembuk tentang pemetaan potensi yang dapat dikolaborasikan. Desa Bugisan menjadi model terpilih untuk Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten. Kalurahan Sambirejo dari Kapanewon Prambanan, Kabupaten Sleman. Sementara Desa Tlogo dianggap sebagai desa yang ‘mangku’ Candi Prambanan.

“Prambanan, Plaosan, Boko, dan candi-candi di sekitarannya, dahulu merupakan pusat peradaban. Di sini, pusat kotanya. Ketika itu, pusat kota identik dengan tempat peribadatan. Jadi apabila digali, di bawah candi-candi, bertebaran peninggalan masa-masa kejayaan peradaban waktu lalu,” ujar Pendiri Georium Dunia, Prof Suratman.

Menurutnya, semua potensi ini merupakan produk kebudayaan yang dapat dijadikan sebagai kekuatan perekonomian desa-desa di sekitar Candi Prambanan. Ketiga desa didorong untuk mempertahankan ikon desa yang sudah ada dan terus menemukan ikon-ikon baru, yang selanjutnya dapat dikolaborasikan dengan desa lain.

“Georium menawarkan formula Desapolitan. Bersama Georium Dunia, ketiga desa dapat bersinergi dan saling menguatkan. Karena, tidak dapat disangkal bahwa kenyataannya, berada di sekitaran Candi Prambanan,” kata Guru Besar Fakultas Geografi UGM tersebut.

Tata kelola kawasan Prambanan dan Plaosan yang belum berdampak pada kehidupan warga di sekitarnya, sambung Prof Suratman, dapat direspons dengan cara membangun kerja sama antar-tiga desa yang saling bersinergi, memajukan, dan menguntungkan.

Pembicaraan mulai tampak antusias, ketika delegasi Sambirejo menceritakan berbagai potensi kalurahan. Sambirejo dikenal luas belum lama ini sebagai kalurahan pemilik dan pengelola destinasi Tebing Breksi. Kini, destinasi ini mulai dirasakan manfaatnya oleh warga sekitar, bahkan meluas ke kawasan Prambanan.

“Tebing Breksi bagi kami bukan hanya destinasi. Kami yakin, ada ilmu pengetahuan yang dapat digali, kemudian pada tahap selanjutnya menjadi khazanah penting yang dapat membawa Sambirejo kepada kalurahan keilmuan. Saya kira, Georium Dunia dapat melakukannya,” tutur Lurah Sambirejo, Wahyu Nugroho.

Pemaparan selanjutnya disampaikan Kepala Desa Tlogo, Raksono. Upaya untuk membuat para pengunjung Prambanan ‘noleh’ ke timur telah dilakukan, tapi belum begitu berhasil. Kesulitan tertinggi ada pada mind set warga tentang Tlogo sebagai bagian dari eksistensi Candi Prambanan.

Tiba saatnya kemudian Kepala Desa Bugisan, Heru Nugroho, menjelaskan urgensi kolaborasi berbagai desa di kawasan Prambanan sebagai lompatan strategis. Bugisan telah berhasil membangun ikon Desa Budaya di kawasan Prambanan-Plaosan. Meski demikian, optimalisasi potensi tetap penting dilakukan.

Ikon Desapolitan

Diskusi tiga desa lantas bermuara pada kesepakatan untuk membangun kolaborasi branding Prambanan Raya. Tlogo dan Bugisan diarahkan untuk memperkuat ikon Desa Budaya dan Wisata Kreatif, sedangkan Sambirejo menjadi Desa Geosite.

“Keberlanjutan menjadi hal penting. Jangan sampai kita mbangun desa lalu lupa pada pelestarian lingkungan dan kebudayaan. Selain itu, semua ini sebenarnya adalah produk ilmu pengetahuan yang harus terus dijaga dan direproduksi untuk generasi selanjutnya,” ungkap Prof Suratman.

Ketiga desa didorong untuk mengedepankan musyawarah dan sosialisasi. Karena, dukungan kuat dari warga desa dapat mempercepat keberhasilan pembangunan. Setiap kali perbedaan pendapat lalu dibawa ke mekanisme musyawarah mufakat sebagai nilai-nilai kebangsaan yang sejak lama dimiliki. Komunikasi dengan pihak pengelola kawasan Prambanan Raya juga bagian penting.

“Kawasan Prambanan Raya merupakan warisan budaya purba dan geosite yang menurunkan generasi budaya Prambanan, Boko, Plaosan. Obyek candi perlu mengakar kuat pada kebudayaan Desa Bugisan, Tlogo, Sambirejo, dan sekitarnya. Terlebih kini terjadi perubahan millenial culture dan akses digital yang luar biasa. Belum lagi, perlunya merespons akses regional jalan tol yang mempengaruhi ekonomi kawasan Borobudur, Prambanan, Plaosan. Semoga kita segera dapat membuat grand plan Prambanan Raya,” tutupnya.

Editor: Agung Julianto


Berita Terkait

Mungkin Anda Tertarik