Nyuwardi saat memberikan materi KMO dalam Senior Course HMI Surakarta di Sragen. (Set HMI Surakarta)
Senior Course HMI Surakarta, Nyuwardi Terus Pupuk Kaderisasi Kepemimpinan : Nyuwardi saat memberikan materi KMO dalam Senior Course HMI Surakarta di Sragen. (Set HMI Surakarta)
Nyuwardi saat memberikan materi KMO dalam Senior Course HMI Surakarta di Sragen. (Set HMI Surakarta)

Senior Course HMI Surakarta, Nyuwardi Terus Pupuk Kaderisasi Kepemimpinan

Kaderisasi HMI bermuara pada kepemimpinan umat dan bangsa demi kemanfaatan luas.


MAGERO, Sragen Tengah | Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Republik Indonesia adalah kesatuan tak terpisahkan. Setiap waktu, Republik membutuhkan regenerasi kepemimpinan. Kaderisasi kepemimpinan pada akhirnya menjadi agenda wajib HMI, karena Republik membutuhkannya.

“Kader HMI bukan hanya bergerak, tapi menggerakkan. HMI mencetak kader pemimpin umat dan bangsa,” ujar Nyuwardi, saat menjadi pembicara dalam pelatihan instruktur Senior Course HMI Cabang Surakarta, Kamis (21/8/2025), di Gedung Badan Kepegawaian Dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kabupaten Sragen.

Transformasi kader dalam bingkai Kaderisasi, lanjutnya, membutuhkan peran para instruktur yang cakap. Salah satunya, integrasi Nilai Dasar Perjuangan (NDP) HMI dalam manajemen organisasi. Para Instruktur Senior diharapkan mampu mengintegrasikan tauhid, ukhuwah, dan ilmu, untuk mengkader generasi baru.

“Instruktur HMI harus satu visi dalam struktur, mampu berkolaborasi dalam konflik, serta menjalankan manajemen dengan basis pengetahuan cukup. Dengan begitu, berbagai persoalan organisasi dapat ditangani, berikut solusinya. Misal, bila ada pengurus yang mundur atau kader yang tidak aktif, atau persoalan lain, tetap bisa dicarikan jalan keluarnya,” terang Komisioner KPU Kabupaten Boyolali tersebut.

Bang Sinyo, begitu ia akrab disapa, menjelaskan pentingnya pendekatan yang relevan dalam perkaderan HMI. Para instruktur haruslah kontekstual dengan dinamika organisasi, baik internal maupun eksternal HMI. Selain itu, mampu membangun budaya dialogis-reflektif dengan biasa menggelar sesi tanya jawab dan studi kasus.

Bukan hanya itu. Para instruktur HMI berperan dalam membangun partisipasi aktif organisasi, dengan tak jemu berdiskusi, melakukan simulasi demi simulasi, pun berbagai role play organisasi yang dibutuhkan.

“Ketika pelatihan berlangsung, para instruktur tak boleh ketinggalan zaman. Kalau sekarang mahasiswa lebih suka visualisasi, pelatihan bisa disuguhkan dengan cara-cara visual dan multimedia, dalam bentuk skema, gambar, dan video. Meski tentu saja tetap menekankan nilai, strategi, dan keteladanan,” papar alumnus Universitas Sebelas Maret (UNS) ini.

Pada prinsipnya, sambung Sinyo, dalam menggelar pelatihan-pelatihan HMI, para instruktur diharuskan terus berinovasi. Ia menggarisbawahi urgensi metodologi agar substansi pelatihan tidak kehilangan makna.

“Transformasi kader menjadi pemimpin bukanlah pekerjaan mudah. Karena, para instruktur tidak hanya menyampaikan teori, tapi juga menghidupkan nilai,” simpul Pengurus Besar HMI 2002-2024 ini mantap.

Muslim Teladan

Dalam Senior Course HMI kemarin, Sinyo menyampaikan materi ‘Metodologi Penyampaian Materi KMO (Kepemimpinan, Manajemen, dan Organisasi)’. Acara diselenggarakan oleh Badan Pengelola Latihan (BPL) HMI Cabang Surakarta dalam tajuk ‘Training Khusus Raya HMI Cabang Surakarta’. Tema yang diangkat, ‘Terbentuknya Pengelola Latihan yang Memiliki Kualitas Muslim Intelegensia, serta Mampu menjadi Teladan yang Baik’.

“Perkaderan HMI dirancang untuk mencetak kader yang tidak hanya memiliki kapasitas intelektual, spiritual, dan moral, tetapi juga memiliki daya kelola serta kepemimpinan yang mumpuni. Kader HMI harus mampu menjadi pemimpin yang berorientasi nilai, berpikir strategis, dan piawai dalam mengelola sumber daya organisasi untuk menjawab tantangan zaman dan memajukan masyarakat,” ucap Ketua Pelaksana Senior Course, Naufal Yusuf Maulana.

Ia berpandangan, dinamika gerakan mahasiswa yang terus berkembang, serta tantangan organisasi yang kian kompleks, menuntut respons adaptif, terukur, dan kolaboratif. Banyak organisasi yang runtuh bukan karena kekurangan semangat perjuangan, tetapi karena kelemahan dalam tata kelola dan krisis kepemimpinan. Maka, HMI melalui jalur kaderisasi harus memperkuat fondasi kepemimpinan kader-kadernya secara sistematis, terencana, dan berbasis nilai-nilai Islam serta prinsip keilmuan.

“Dalam skema pelatihan HMI, para instruktur memegang peranan strategis sebagai jembatan transformasi nilai dan ilmu,” pungkasnya.

Editor: Astama Izqi Winata


Berita Terkait

Mungkin Anda Tertarik