Tangkapan layar Kanal YouTube FKIP UNS. (YouTube)
M. Furqon Hidayatullah: Generasi Adaptif Lahir dari Budaya Belajar Kreasi : Tangkapan layar Kanal YouTube FKIP UNS. (YouTube)
Tangkapan layar Kanal YouTube FKIP UNS. (YouTube)

M. Furqon Hidayatullah: Generasi Adaptif Lahir dari Budaya Belajar Kreasi

Era digital memungkinkan orang per orang untuk terus menjadi pembelajar sepanjang hayat.


KENTINGAN, Jebres | Masifnya peri-kehidupan serba-digital kini mengharuskan setiap generasi yang lahir untuk selalu siap berubah. Generasi adaptif tersebut sangat ditentukan oleh budaya belajar yang memungkinkan munculnya berbagai kreasi sepanjang hayat.

Hal tersebut disampaikan Kepala Program Studi Doktor Fakultas Keolahragaan Universitas Sebelas Maret (UNS), Mohammad Furqon Hidayatullah, dalam Kanal YouTube FKIP UNS bertema ‘Refleksi Pendidikan Nasional Akhir Tahun 2023’ yang diunggah pada Jumat (29/12/2023).

“Pendidikan wajib segera menyesuaikan dengan perkembangan. Learning is creation. Belajar adalah berkreasi, tidak menyerap informasi. Kreasi itu menemukan sesuatu dan sifatnya harus selalu siap untuk berubah,” ujar Direktur Pascasarjana UNS 2015-2019 tersebut.

Menurutnya, pendidikan harus sesuai perkembangan zaman, di samping kemajuan riset. Era digital dan global seperti sekarang membutuhkan 4C atau Critical Thinking, Creativity, Collaboration, dan Communication.

“Dulu, belajar hanya berpijak pada materi-materi yang dirancang, termasuk metode belajarnya. Banyak metode belajar yang bersifat reproduksi, hanya meniru, mereplikasi, dan langsung dipraktikkan. Semestinya belajar, baru reproduksi,” tutur Prof Furqon.

Dekan FKIP UNS periode 2008-2015 ini juga menekankan perubahan peran atau tugas guru maupun dosen. Perubahan yang dimaksud harus secara total.

“Guru dan dosen dahulu memberi materi. Sekarang, tidak. Malahan bagaimana supaya dapat mendorong murid atau mahasiswa agar mau belajar. Jadi, yang dibangun itu budaya belajar. Pada saat tatap muka, peserta didik tidak dalam keadaan kosong, tapi sudah mengetahui tema yang mau dikaji. Jadi, tatap muka untuk penyelesaian kesulitan belajar,” urainya.

Host acara, Bramastia, lantas bertanya, “Ketika kesadaran untuk belajar terbangun, kemudian gagasan-gagasan yang muncul, out of the box, apakah tidak menyalahi penyampaian materi pelajaran?”

Prof Furqon menjelaskan, apabila peserta didik berpikir out of the box, artinya mereka berhasil ‘menemukan’ atau berproduksi.

“Kalau siswa sudah membaca, dia akan datang dengan antusias, berekspresi, bereksplorasi, dan suasananya senang. Bahkan banyak siswa yang mencari tahu, bila tidak ditanya oleh pendidik. Kalau dulu kan siswa takut dan menghindar,” jelasnya.

Prof Furqon menandaskan pentingnya pergeseran teacher center ke student center. Metode belajar yang didominasi guru atau pendidik atau dosen pelan-pelan dikurangi hingga siswa atau mahasiswa mandiri. Teacher center berarti reproduksi, sementara student center berarti produksi.

Menjemput Tahun 2024

Memasuki tahun baru 2024, Prof Furqon merekomendasikan dua hal urgen dan strategis. Pertama, untuk pemangku atau pemegang kebijakan sebaiknya mendorong staf agar segera berubah ke era global. Kedua, bagi guru atau pelaku pendidikan haruslah menjadi long life learner atau pembelajar sepanjang hayat.

“Sekarang era global, era digital, era TI. Perubahan sedang ke arah sana. Perubahan paradigma harus terjadi. Semua orang dipaksa nyaman dalam ketidaknyamanan. Kalau tidak segera berubah, lama-lama akan tertinggal,” terangnya.

Kini, lanjutnya, kolaborasi penulis dalam dunia akademik begitu dikembangkan di Malaysia dan Pakistan. Hal itu mendorong pengembangan capaian-capaian di sana.

“Jadi, kalau individu ini sebenarnya kan ego, sedangkan kolaborasi ini suatu kebersamaan. Makanya besar maju sendiri enggak dikehendaki, tapi besar maju bersama penting artinya untuk kemasyarakatan,” pungkas Prof Furqon.

Editor: Agung Julianto Damanik


Berita Terkait

Mungkin Anda Tertarik