Anggota Bawaslu Kabupaten Klaten, Saifudin. (Set Bawaslu Klaten)
Komisioner Saifudin: Pengembangan Demokrasi dan Literasi Kepemiluan Itu Sepaket : Anggota Bawaslu Kabupaten Klaten, Saifudin. (Set Bawaslu Klaten)
Anggota Bawaslu Kabupaten Klaten, Saifudin. (Set Bawaslu Klaten)

Komisioner Saifudin: Pengembangan Demokrasi dan Literasi Kepemiluan Itu Sepaket

/ Surakartan

Berbagai fenomena seputar Pilkada merupakan sumber literasi kepemiluan yang dapat diolah menjadi referensi pengetahuan.


PANDANREJO, Kabupaten | Demokrasi dan Pemilihan Umum (Pemilu) bukan dua hal terpisah. Praktik berdemokrasi pada kenyataannya tidak dapat dilepaskan dari literasi kepemiluan. Berbagai fenomena seputar Pemilu dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) merupakan sumber literasi kepemiluan yang dapat diolah sedemikian rupa menjadi referensi pengetahuan.

“Pilkada Klaten tidak lama lagi. Untuk memilih Bupati dan Wakil Bupati yang tepat, diperlukan informasi dan data yang cukup. Tanpa literasi kepemiluan yang memadai, proses pemilihan kepala daerah dikhawatirkan berlangsung apa adanya, tanpa ghirah yang kuat untuk memilih para pemimpin lokal,” kata anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Klaten, Saifudin, beberapa waktu lalu, di kantornya.

Terlebih, sambung Udin, begitu ia karib disapa, unjuk kerja Bawaslu, seperti pencegahan, pengawasan, dan penindakan pelanggaran, bukan sesuatu yang sudah jadi, lantas tinggal menikmatinya. Proses yang rumit dan kerja keras yang kompleks pun bahkan terkadang tak selalu mendatangkan solusi cepat atas permasalahan yang muncul.

“Pemahaman yang berbeda atas aturan dan koordinasi yang kurang solid biasanya menjadi penyebab serius di tingkat teknis. Artinya, kualifikasi SDM sangatlah menentukan lancar-tidaknya penyelesaian persoalan. Nah, literasi kepemiluan terasa kebermanfaatannya bila tengah membahas SDM,” tutur penanggung jawab Divisi Organisasi, SDM, Pendidikan, dan Pelatihan, tersebut.

Ia berpandangan, kinerja para pemangku kepentingan pun terasa kurang optimal, bila tidak didukung dengan literasi kepemiluan yang sungguh-sungguh. Berbagai program dan kebijakan seperti identifikasi Indeks Kerawanan Pemilu (IKP), pengawasan partisipatif, pengawasan kontestan, pengawasan Daftar Pemilih Tetap (DPT), pengawasan pencalonan, pengawasan logistik, serta masih banyak lagi, begitu perlu diliterasikan.

Salah satu indikator dalam menilai keberhasilan literasi kepemiluan, yakni aktivitas politik masyarakat di media sosial. Karena, Bawaslu memang mengawasi kampanye di media sosial atau media siber.  

“Lihatlah cara orang bikin status di media sosial. Dari sana tampak jelas kadar literasi kepemiluan warganet. Sebagian dari aksi mereka bahkan mengandung dugaan pelanggaran, misalnya ujaran kebencian atau berita bohong,” ujar alumnus Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta ini.

Belum lagi bila dihadapkan pada problem teknis penyelenggaraan Pemilu atau Pilkada saat pemungutan suara yang harus segera ditemukan jalan keluarnya. Sebab, di sanalah bukti bahwa hak asasi warga negara untuk memilih pemimpinnya benar-benar dijamin Konstitusi.

Udin mencontohkan, persoalan itu antara lain surat suara tertukar, pembukaan Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang lebih dari pukul 07.00,  pemilih khusus yang menggunakan hak pilihnya tidak sesuai dengan domisili kelurahan dalam KTP-el, atau pemilih yang hendak mencoblos lebih dari sekali.

“Apabila para pemilih cukup literasi kepemiluan, muaranya ada pada pengembangan demokrasi yang semakin baik, dari satu periode penyelenggaran ke periode selanjutnya,” tutup Saifudin penuh optimisme.

Editor: Rahma Frida


Berita Terkait

Mungkin Anda Tertarik