Kesadaran Berkonstitusi Perlu Peran Perguruan Tinggi
/ Surakartan
Warga negara tetap harus mendapatkan hak konstitusional, apa pun situasinya.
PUCANGAN, Kartasura | Kesadaran berkonstitusi bukan hanya tugas pemerintah. Peran perguruan tinggi sangatlah besar dalam mewujudkan warga negara yang sadar konstitusi. Dengan begitu, setiap warga negara tidak akan terhalang dalam memperjuangkan hak konstitusional hanya karena hal-hal yang sifatnya prosedural, atau kendala-kendala lain.
“Mahkamah Konstitusi membuka akses kepada lembaga peradilan agar masyarakat dapat memperjuangkan hak konstitusional yang dirasa terlanggar akibat berlakunya sebuah undang-undang,” ujar Siti Kasiyati, dosen Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Mas Said Surakarta, usai turut dalam Bimbingan Teknis (Bimtek) Hukum Acara Pengujian Undang-Undang bagi Asosiasi Pengajar Hukum Acara MK (APHAMK) pada Senin (10/11/2025) secara daring.
Selainnya, turut pula rekan dosen lain, Abdullah Tri Wahyudi. Acara yang berlangsung dari Senin hingga Kamis (10-13/11/2025) tersebut diikuti oleh 266 peserta dari seluruh Indonesia.
Materi-materi yang disuguhkan, di antaranya Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia; Mahkamah Konstitusi dan Karakteristik Hukum Acara Mahkamah Konstitusi; Penafsiran Konstitusi; serta Hukum Acara Pengujian Undang-Undang.
Ada pula Teknik dan Praktik Penyusunan Permohonan Pengujian Undang-Undang terhadap UUD NRI Tahun 1945; Sistem Informasi Perkara Elektronik; Evaluasi Hasil Praktik Penyusunan Permohonan; serta Pengujian Undang-Undang terhadap UUD NRI Tahun 1945.
Bimtek dibuka oleh Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Suhartoyo. Dalam sambutannya, ia menjelaskan, nilai-nilai Pancasila secara tidak langsung diserap dalam putusan MK melalui norma-norma dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) yang dijadikan batu uji.
Menurutnya, hukum acara menjadi senjata utama bagi seseorang untuk beracara di pengadilan. Sebaik apa pun substansi hukum yang dimiliki, namun jika tidak memahami hukum acara yang benar akan sia-sia. Karena, semua hanya bisa ditegakkan dan bisa diperjuangkan dengan hukum formil.
Untuk menjadi kuasa hukum di Mahkamah Konstitusi tidak harus seorang advokat, berbeda dengan beracara di Mahkamah Agung (MA) yang harus seorang advokat. Sebab, berkenaan dengan hak konstitusional warga negara.
Selanjutnya, Hakim Konstitusi, Enny Nurbaningsih, sebagai salah satu pemateri mengatakan, prinsip utama konstitusionalisme adalah supremasi hukum yang menjadi otoritas tertinggi. Semua pihak harus tunduk pada hukum yang sama.
Konstitusi, sambungnya, harus menjamin dapat dilakukannya perubahan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan kebutuhan negara melalui proses amandemen yang mekanismenya telah ditentukan. Tantangan di masa depan, yakni digital constitutialism. Negara harus dapat menjangkau persoalan yang muncul dengan adanya akal imitasi (AI).
Urgensi Literasi Konstitusi
Siti Kasiyati berpandangan, rakyat dengan kesadaran berkonstitusi hanya bisa tercapai bila didukung oleh agenda literasi konstitusi yang berkualitas dan konsisten. Selama ini, konstitusi tampak seperti sesuatu yang asing dan bahkan tidak terjangkau khalayak, lantaran aspek literasi yang belum tergarap optimal.
“Literasi konstitusi menjadi urgen. Publikasi buku, sosialisasi, dan diskusi berpengaruh besar pada warga negara yang semakin sadar konstitusi. Akses-akses publik dan pemanfaatan teknologi dapat dimanfaatkan untuk menjadi wadah komunikasi intens antara para pemangku kepentingan dan masyarakat luas,” ujar Ketua LBH Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Wilayah ‘Aisyiyah Jawa Tengah tersebut.
Peran perguruan tinggi, lanjutnya, dapat bertambah dengan riset dan studi mendalam dalam bingkai Tri Dharma Perguruan Tinggi berbasis situasi dan kondisi yang relevan.
“Kampus jelas berperan besar untuk menyadarkan publik soal konstitusi. Bisa pimpinan, para dosen, atau mahasiswa. Dengan melebur pada persoalan-persoalan yang menyelimuti rakyat-banyak perihal konstitusi, literasi pada akhirnya bisa inhern dilakukan,” pungkasnya.
Editor: Astama Izqi Winata
