

Karnaval Tujuh Belasan, Desa Sumberejo Pentas Teatrikal Muasal Bendogantungan
/ Surakartan
Kepala Desa Sumberejo, Tri Raharjo, memerankan Sunan Pandanaran dengan apik dan epik.
TEGALMULYO, Kabupaten | Momentum Peringatan Kemerdekaan Republik Indonesia selalu ditunggu, lantaran meriah dan tak pernah sepi kejutan. Kemeriahan itu tampak pula saat Pemerintah Kabupaten Klaten menggelar Karnaval Pembangunan Kabupaten Klaten 2024 di sepanjang Jalan Veteran hingga Jalan Pemuda, Senin (19/8/2024).
Sejumlah 44 kontingen dari berbagai unsur menampilkan arak-arakan yang bertema peran masing-masing. Organisasi perangkat daerah (OPD) Pemerintah Kabupaten Klaten, instansi vertikal, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), perusahaan swasta, dan sejumlah komunitas, tampil penuh antusias.
Karnaval bermula dari Taman Lampion hingga panggung kehormatan di simpang Klaten Town Square. Selain membangun komitmen dan inovasi pembangunan, karnaval dapat menjadi ajang promosi yang efektif.
Salah satu peserta karnaval, Desa Sumberejo, Kecamatan Klaten Selatan, mementaskan fragmen teatrikal muasal Bendogantungan. Aksi apik tersebut terinspirasi dari buku Seabad Sumberejo karya Sang Kepala Desa, Tri Raharjo. Disaksikan para pemimpin daerah di panggung kehormatan, pementasan digelar sekira pukul 15.00 dengan nomor urut 9.
“Saya sendiri yang memimpin pementasan. Bahkan saya yang memerankan Sunan Pandanaran,” ujar Kades Tri, usai pagelaran.
Menurutnya, banyak orang lebih mengenal Bendogantungan daripada Desa Sumberejo. Jadi, tidak ada salahnya bila Bendogantungan lantas menjadi ikon yang layak untuk dielaborasi, termasuk asal-usulnya.
“Sebagian warga Desa Sumberejo yakin bahwa Bendogantungan pernah dilewati Ki Ageng Pandanaran. Anda pasti tahu, tokoh ini adalah Bupati Semarang yang pertama. Ia diangkat oleh Sultan Demak Bintara. Ki Ageng Pandanaran dikenal sebagai tokoh penyebar Islam, meskipun tidak termasuk dalam Wali Sanga,” terang Tri penuh semangat.
Toponimi Bendogantungan
Muasal penamaan Bendogantungan dipaparkan founder Lori Gondang Library, Sentot Suparna. Ia menuturkan bahwa kisah tentang Ki Ageng Pandanaran bermula saat ia dan istrinya tengah berjalan kaki suatu hari di Semarang dan bertemu dengan seorang penjual rumput.
“Sang penjual rumput yang telah tua itu memohon Ki Ageng Pandanaran untuk membeli barang dagangannya. Sayangnya, Ki Ageng Pandanaran justru bertingkah sombong dan berniat membeli rumput itu dengan harga murah,” katanya merangkai cerita rakyat dari mulut ke mulut yang ia dengar turun-temurun.
Tiada dikira sebelumnya, sambung Sentot, sang penjual rumput ternyata adalah seorang yang sakti mandraguna. Barang yang dipikul penjual rumput kemudian dijatuhkan ke tanah dan berubah menjadi emas recehan. Bukan hanya itu, cangkul yang ia bawa kemudian digunakan untuk mengeruk tanah dan keluarlah emas.
“Menyusul ketakjubannya, Ki Ageng Pandaran meminta supaya pria tua tersebut mengakui siapa jati dirinya. Setelahnya, pria itu kemudan menunjukkan siapa dirinya. Dia adalah Sunan Kalijaga,” ucapnya.
Ketika itu, bukan main malunya Ki Ageng Pandanaran. Ia lalu bersujud di depan Sunan Kalijaga. Oleh Sunan Kalijaga, Ki Ageng Pandanaran kemudian diminta untuk bertaubat dan menuju Gunung Jabalkat di Bayat.
Ternyata perjalanan menuju Bayat tidaklah mudah. Banyak ujian merintangi. Salah satunya, saat perjalanan sampai di Salatiga, mereka dirampok. Ki Ageng Pandanaran menyebut para perampok berwatak seperti kambing rakus. Keajaiban terjadi. Kepala sang rampok berubah menjadi kepala kambing. Para perampok pun bertaubat dan bersedia menjadi murid ke Ageng Pandanaran.
“Nah, setibanya di Bendogantungan, rombongan Ki Ageng Pandanaran diganggu oleh jin. Karena merasa terganggu, ia menggertak jin hingga menggantung di sebuah pohon besar bernama bendo. Sejak saat itu, wilayah tersebut disebut dengan Bendogantungan. Artinya, pohon bendo yang dipakai uantuk menggantung jin,” ungkap Sentot.
Namun, sungguh disayangkan, kini pohon bendo yang dimaksudkan dalam kisah Ki Ageng Pandanaran tidak lagi dapat ditemukan, karena telah ditebang. Dahulu, lanjut Sentot, pohon bendo besar itu diyakini berada di sebelah utara lampu merah Bendogantungan.
Editor: Rahma Frida