Dewan Profesor UNS berkunjung ke UST Yogyakarta. (Humas UNS)
Hormat pada Nilai-Nilai Ketamansiswaan, Dewan Profesor UNS Tawarkan Kolaborasi dengan UST Yogyakarta : Dewan Profesor UNS berkunjung ke UST Yogyakarta. (Humas UNS)
Dewan Profesor UNS berkunjung ke UST Yogyakarta. (Humas UNS)

Hormat pada Nilai-Nilai Ketamansiswaan, Dewan Profesor UNS Tawarkan Kolaborasi dengan UST Yogyakarta

Calon mahasiswa yang tidak lolos seleksi UNS, sangat mungkin dialihkan ke UST.


UMBULHARJO, Yogyakarta | Pengembangan kebudayaan nasional menjadi salah satu komitmen Universitas Sebelas Maret (UNS). Tokoh pendidikan, Ki Hadjar Dewantara, berikut organisasi Tamansiswa-nya, dapat dikatakan sebagai salah satu rujukan utama kebudayaan nasional Indonesia.

Hal tersebut disampaikan Ketua Dewan Profesor UNS, Suranto Tjiptowibisono, saat berkunjung ke Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST) Yogyakarta, pada Kamis (12/9/2024).

“Fokus kunjungan UNS saat ini sesungguhnya ingin mengetahui tentang filosofinya Ki Hadjar Dewantara yang lebih dalam lagi dan menjadi simbol Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta,” ujarnya, didampingi Sekretaris Dewan Profesor UNS, Maria Theresia Sri Budiastuti, serta Ketua Komisi II Dewan Profesor UNS, Suciati.

Karena nilai-nilai Tamansiswa yang lekat dengan kebudayaan nasional, Suranto berpandangan, UNS dan UST dapat berkolaborasi. Misalnya, calon mahasiswa baru yang tidak lolos seleksi UNS, sangat mungkin dialihkan ke UST.

Merespons hal itu, Rektor UST, Pardimin, memberikan apresiasi yang tinggi kepada pihak UNS. Menurutnya, UST dengan bergembira menerima ajakan kolaborasi ini. Sebagai salah satu perguruan tinggi swasta di Yogyakarta, UST mengucapkan selamat datang kepada rombongan Dewan Profesor UNS.

UST Buah Tangan Ki Hadjar Dewantara

Pada sesi selanjutnya, Direktur Pascasarjana UST, Supriyoko, menuturkan bahwa UST yang berdiri tanggal 3 Juli 1922 merupakan salah satu buah tangan Ki Hadjar Dewantara, meskipun ada TK, SD, SMP, SMA. Awalnya, pendidikan yang diselenggarakan Perguruan Tamansiswa adalah Taman Indria (TK), berikutnya Taman Muda (SD), Taman Dewasa (SMP), Taman Guru (SPG), Taman Karya (SMK), dan Taman Madya (SMA).

“Adanya Tamansiswa sebagai Badan Perjuangan Kebudayaan dan Pembangunan Masyarakat menggunakan pendidikan dalam arti luas. Ki Hadjar Dewantara memiliki peran sebagai tokoh pendidikan, tokoh Kebudayaan, dan tokoh Politik. Konsep atau ciri khas Tamansiswa meliputi budi pekerti, misalnya salaman; kekeluargaan, yakni membangun atmosfer keluarga; dan Tut Wuri Handayani,” terangnya.

Sementara itu, Anggota Majelis Luhur Tamansiswa, Ki Priyo Dwiarso, menyampaikan bahwa sejak muda, Ki Hadjar Dewantara telah melawan penjajahan, diawali dengan perannya sebagai politikus dan jurnalis. Sebagai anggota Indische Partij, ia menulis Als Ik Een Nederlander was (Andai Aku Orang Belanda) dan dibuang ke negara Belanda pada kurun waktu 1913-1919.

Pada masa itu pula, lanjut Ki Priyo, sedang ada reforms paedagogie yang dipelopori Friedrich Freubel diikuti Rudolf Steiner, Maria Montessori, Emile Dal Crase, Gerhard Jan Ligtart. Reformasi Pendidikan Eropa mengubah sistem yang semula top down mutlak dari guru menjadi bottom up atau phonemic dengan memanusiakan peserta didik sebagai subyek sekaligus obyek pendidikan.

“Sistem Pendidikan mengharuskan dosen harus berserah diri. Pamong sebagai fasilitator, bukan instruktur. Among, ngemong, momong, sehingga menjadikan mereka merdeka lahir dan batin,” terangnya.

Nilai-Nilai Ketamansiswaan

Tak kalah penting, Wakil Rektor I UST, Yuli Prihatni, pada kesempatan itu, menjabarkan Nilai-Nilai Ketamansiswaan yang secara substansif adalah ajaran hidup Ki Hadjar Dewantara dan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh Tamansiswa.

“Segala hal ihwal yang mengenai Tamansiswa itulah ketamansiswaan. Pendidikan Tamansiswa dilaksanakan menggunakan ‘sistem among’, yaitu sebuah sistem yang berjiwa kekeluargaan dan bersendikan kodrat alam dan kemerdekaan. Menurut cara berlakunya sistem ini disebut dengan sistem Tut Wuri Handayani,” ucap Yuli.

Tamansiswa bertujuan mewujudkan masyarakat yang tertib damai, salam, dan bahagia. Tertib adalah teratur, tertata, dan swadisiplin, antara lain pada empat hal, yaitu tertib dalam menjalankan kehidupan, yakni teratur dalam berpikir, berperasaan, dan bertindak; tertib dalam berhubungan dengan Tuhan, yaitu tertib beribadah dan bertakwa kepada Tuhan YME; tertib dalam menjalin hubungan dengan sesama, yaitu menjaga sopan santun, toleransi, dan saling menghargai; tertib dalam menjaga alam sekitar.

Tujuan kedua, masyarakat yang damai, berarti tenteram, tenang, dan tidak ada konflik. Untuk mewujudkannya, diperlukan rasa saling menghargai, cinta kasih, tidak bermusuhan, menghormati perbedaan, tolong-menolong, gotong royong, dan tidak saling menjatuhkan.

Terakhir, salam dan bahagia adalah selamat dan bahagia, yaitu merasa tercukup kebutuhan lahir dan batinnya. Selamat dunia akhirat, serta bahagia lahir batin, karena sejatinya itulah cita-cita manusia.

“Hidup salam dan bahagia merupakan sarana untuk hidup damai, dan hidup damai merupakan sarana untuk hidup tertib,” pungkasnya.

Editor: Rahma Frida


Berita Terkait

Mungkin Anda Tertarik