

Grebeg Sura Tanjungsari 2025, Desa Dlimas Kirimkan Pesan Urgensi Literasi
/ Surakartan
Bertumpu pada khazanah pengetahuan, sebuah daerah dapat menyusun rencana masa depan yang lebih baik.
Dlimas, CEPER | Tahun baru Islam menjadi momentum yang dinantikan banyak kalangan. Ketika bulan Sura itu datang, lantunan doa dikumandangkan demi menjemput hari-hari baru yang lebih bermakna. Muharram sebagai penanda datangnya pencerahan dimaknai sebagai saat yang tepat untuk mawas diri, bersedekah, dan kembali menggali khazanah masa lalu yang senyatanya begitu penting diterapkan sekarang.
“Mangga datang ke acara kami, Grebeg Sura dan Gelar Budaya Tanjungsari 2025, Desa Dlimas, Kecamatan Ceper, Kabupaten Klaten. Dijamin inspiratif dan semakin mengukuhkan kegotong-royongan antar-kita yang berbeda-beda ini,” ujar Sekretaris Desa, Irene Galuh Kusumaningrum, kepada Surakarta Daily.
Grebeg Sura 2025 dihelat pada Jumat (11/7/2025) di Gedung Serbaguna Tanjungsari. Selain prosesi adat Grebeg Sura, bakal dipentaskan Pagelaran Seni dan Budaya Kesenian Tayub. Ada pula Kenduren Doa Lintas Agama, pentas Wayang Orang dengan lakon Kidung Katresnan, serta pertunjukan Kethoprak dengan lakon Remiting Katresnan. Tak ketinggalan, tari-tarian tradisional.
“Kehadiran pengunjung dapat memeriahkan Grebeg Sura 2025. Hal itu sebagai bentuk penghormatan atas warisan budaya kita yang adiluhung. Warisan budaya yang akan terus kita jaga dan kita wariskan kepada setiap generasi baru,” terang Bu Carik, begitu ia akrab disapa.
Menurutnya, Grebeg Sura yang telah rutin dilaksanakan tiap tahun, tidak pernah kering inspirasi. Meski tujuannya tak jauh berbeda, kemasan event disesuaikan dengan kreativitas dan animo warga pada masanya.
“Belum diketahui, sejak kapan Grebeg Sura pertama digelar. Kebiasaan tahunan ini telah turun-temurun dari dahulu kala. Salah satu referensi sejarah menyebutkan, Grebeg Sura dilaksanakan mulai era kepemimpinan Krama Taruna tahun 1835. Semoga perlahan tapi pasti, kita dapat memanfaatkan Grebeg demi Grebeg untuk memperkaya khazanah kesejarahan, khususnya Desa Dlimas dan sekitarnya,” kata Galuh bersemangat.
Kesejarahan desa, sambungnya, adalah aset berharga. Perjalanan desa dari waktu ke waktu menurutsertakan peran para tokoh dan pemimpin, berikut warga yang guyub dan pekerja keras. Aspek kesejarahan merujuk pada cikal bakal dan jati diri warga Desa Dlimas.
Komitmen menjaga tradisi baik tak cukup dengan seremonial. Carik Galuh menggarisbawahi pentingnya olah pengetahuan yang kemungkinan besar dapat terus diperkaya dan direproduksi sepanjang masa. Dengan begitu, Dlimas akan diperankan sebagai sumber pengetahuan yang tidak akan habis.
“Dlimas bagian dari Ceper. Sementara kita tahu, sejak zaman kolonial Belanda, Ceper adalah nama penting yang mendunia, karena industrinya. Dlimas juga bagian dari Klaten. Kita tahu, sejak zaman kepemimpinan raja-raja terdahulu, Klaten adalah titik penting. Terbukti dengan banyaknya candi yang bertebaran di seantero Klaten,” jelasnya.
Karena itu, lanjut Bu Carik, Grebeg Sura sebentuk inisiasi untuk penggalian khazanah lokal yang lebih dalam melalui literasi. Produk literasi dapat berbagai rupa, mulai dari tulisan, video, buku, siaran, dan lain sebagainya. Pada intinya, memudahkan setiap orang untuk lebih paham akan eksistensi Desa Dlimas dan sekitarnya.
Perpustakaan Desa
Salah satu program unggulan untuk menjalankan literasi, Desa Dlimas sungguh-sungguh pada perpustakaan desa. Perpustakaan itu dinamai ‘Lentera Cakrawala’. Nama yang indah, bukan? Doa para pendirinya, semoga perpustakaan dapat menjadi penerang hidup dengan ilmu dan pengetahuan.
Lentera Cakrawala buka setiap Senin hingga Jumat, pukul 08.00-11.00. Koleksinya kini telah lebih dari 1000 judul buku, terutama buku untuk anak-anak. Perpustakaan tersebut menjadi salah satu dari 20 desa peserta Lomba Perpustakaan Desa Tingkat Kabupaten Klaten Tahun 2025. Karena upaya dan dedikasinya, Lentera Cakrawala berhasil meraih Juara 3.
“Saya senang mengurus Perpustakaan Desa, meski saya juga paham, minat baca kita masih perlu ditingkatkan lagi. Dengan adanya Perpustakaan Desa, kesempatan warga untuk mengakses informasi, ilmu, dan pengetahuan menjadi ada. Tinggal strategi kita untuk menyuguhkan apa-apa yang kira-kira dibutuhkan,” ucap pustakawan Lentera Cakrawala, Agung Sanjaya.
Agung bertutur, era digital sangatlah berpengaruh bagi kebiasaan dan preferensi literasi warga. Kebanyakan warga memilih gawai sebagai instrumen utama bahkan dominan untuk mengakses informasi. Budaya membaca dan menulis yang dahulu lekat dengan perpustakaan, kini berubah drastis. Semua seperti selesai dengan gawai.
“Minat warga desa akan informasi sebenarnya tetap tinggi. Apalagi bisa diakses langsung dengan gawai. Tapi saking banyaknya informasi yang ada, sering kali membingungkan. Nah, saya pikir, untuk hal-hal strategis yang berkaitan langsung dengan kebutuhan warga, seperti pengembangan diri, kesempatan kerja, dan penguatan identitas, perpustakaan solusinya,” papar Ketua Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI) Kabupaten Klaten itu.
Ia berharap, Lentera Cakrawala terus tumbuh dan berkembang menjadi pusat belajar warga yang penuh keakraban. Bukan hanya tempat membaca, perpustakaan kelak bisa diperankan multi-fungsi, mulai dari manajemen pengetahuan hingga asesmen sumber daya manusia.
Editor: Rahma Frida