

78 Tahun, Nyuwardi: Kader HMI Tetap Harus Pelajari Etika dan Moral Politik Islam
/ Surakartan
Dinamika perpolitikan nasional yang terus berubah membutuhkan calon pemimpin berkarakter.
KUPANG, Ambarawa | Pada 5 Februari 2025, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) telah berusia 78 tahun. Sekian waktu itu, organisasi kader tersebut telah bersumbangsih pada regenerasi kepemimpinan bangsa di berbagai sektor kehidupan. Salah satu materi kaderisasi yang terus dielaborasi adalah etika dan moral politik Islam.
“Zaman terus berubah. Usia HMI sudah 78 tahun. Meski hampir sama dengan usia Republik ini, HMI tetap harus mempelajari etika dan moral politik Islam. Kaderisasi kepemimpinan nasional membutuhkan ini sebagai tolok ukur penting,” ujar Nyuwardi, salah satu pemateri Intermediate Training atau Latihan Kader (LK) II HMI Cabang Salatiga, Jumat (14/2/2025), di Balai Diklat BKKBN Ambarawa.
Sinyo, begitu ia akrab disapa, menjelaskan bahwa etika dan moralitas sangatlah penting dalam tradisi politik Islam untuk menentukan strategi dan kebijakan politik.
“Dalam politik Islam, tidak hanya kekuasaan dan kekuatan, tetapi juga keadilan, kesejahteraan umat, dan kepemimpinan yang didasarkan pada nilai-nilai moral. Oleh karena itu, sangat penting untuk memahami bagaimana etika dan moralitas Islam diterapkan dalam politik, serta bagaimana pengaruh ini terhadap kebijakan dan strategi politik kontemporer,” terang Komisioner KPU Boyolali tersebut.
Ia mengemukakan tiga sumber utama terbentuknya etika Islam, yakni Al-Quran yang memberikan pedoman jelas mengenai etika dan moralitas, lalu hadits yang memberikan konteks dan contoh konkret tentang bagaimana prinsip-prinsip etika dalam Al-Quran dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, serta ijma berfungsi sebagai sumber hukum dan etika yang penting, terutama dalam konteks yang tidak diatur secara eksplisit dalam Al-Quran atau Hadits.
Selanjutnya, diterangkan prinsip-prinsip dasar moralitas Islam yang relevan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Pertama, keadilan (adl). Dalam konteks sosial, keadilan menuntut agar setiap individu diperlakukan secara adil tanpa diskriminasi. Kedua, kepercayaan (amanah). Dalam konteks pemerintahan, pemimpin diharapkan menjalankan tugas dan tanggung jawab mereka dengan integritas dan transparansi.
Ketiga, tanggung jawab (mas’uliyyah). Dalam konteks ini, prinsip tanggung jawab mencakup kewajiban untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan politik yang mendukung kemaslahatan umum. Keempat, kemaslahatan umum (maslahah). Dalam konteks kebijakan publik, setiap keputusan yang diambil harus mempertimbangkan dampaknya terhadap kesejahteraan masyarakat.
Kelima, kejujuran (sidq). Kejujuran adalah pilar utama dalam membangun masyarakat yang harmonis dan negara yang kuat. Tanpa kejujuran, kehidupan sosial akan dipenuhi kecurangan dan ketidakadilan, yang pada akhirnya merusak tatanan masyarakat dan negara. Terakhir, musyawarah (shura). Dalam konteks masyarakat dan negara, musyawarah mendorong partisipasi aktif dari seluruh anggota masyarakat dalam proses pengambilan keputusan.
Kepemimpinan Kuat
Pada akhirnya, luaran dari kaderisasi HMI dapat berupa implementasi kepemimpinan yang kuat. Sebab, kepemimpinan dalam konteks politik Islam sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai moral yang mendasar, terutama prinsip keadilan (adl) dan amanah (kepercayaan).
“Al-Quran menekankan pentingnya keadilan dalam Surah An-Nisa ayat 58, yang menyatakan bahwa Allah memerintahkan untuk berlaku adil dalam setiap urusan. Seorang pemimpin harus mampu memberikan perlakuan yang sama kepada seluruh warga negara, tanpa memandang latar belakang sosial, ekonomi, atau politik,” ucap alumnus FKIP UNS itu.
Keadilan dalam kepemimpinan politik Islam, sambungnya, mencakup pembuatan kebijakan yang adil dan merata. Pemimpin diharapkan untuk mempertimbangkan kepentingan semua pihak dalam pengambilan keputusan, serta memastikan bahwa kebijakan yang diambil tidak hanya menguntungkan segelintir orang, tetapi juga memberikan manfaat bagi seluruh masyarakat.
“Dengan demikian, keadilan menjadi landasan bagi legitimasi kekuasaan dan kepercayaan masyarakat terhadap pemimpin,” pungkasnya.
Editor: Herlina