Debat Ketiga Capres 2024 bertema 'Pertahanan, Keamanan, Internasional, Globalisasi, Geopolitik dan Politik Luar Negeri'. (KPU)
Pertanda Prahara Utang Bagi Para Capres-Cawapres : Debat Ketiga Capres 2024 bertema 'Pertahanan, Keamanan, Internasional, Globalisasi, Geopolitik dan Politik Luar Negeri'. (KPU)
Debat Ketiga Capres 2024 bertema 'Pertahanan, Keamanan, Internasional, Globalisasi, Geopolitik dan Politik Luar Negeri'. (KPU)

Pertanda Prahara Utang Bagi Para Capres-Cawapres

 

Berutang tanpa peningkatan PDB menandakan kepemimpinan nasional yang hanya mau enaknya.

Nurkhamid Alfi
Konsultan Bisnis. Alumnus Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Janji-janji manis para Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden dalam debat perlu benar-benar ditelaah, masuk akal atau tidak. Jika kemudian nanti dilaksanakan, apakah membahayakan negara atau tidak.

Semua janji Capres-Cawapres sungguh enak didengar, seolah memperjuangkan negara dan rakyat. Seolah-olah pula negara mempunyai cukup sumber uang untuk mendanai program-program tersebut. Ya, hanya seolah-olah. Padahal, selama ini, dana yang digunakan untuk membangun dicukupkan oleh utang. Apakah itu berbahaya? Sangat-sangat berbahaya.

Jangan sampai Indonesia menyusul Ghana yang bangkrut karena utang. Pemerintah Ghana di bawah Presiden Nana Addo Dankwa Akufo-Addo membuat keputusan politik dan ekonomi buruk hanya gara-gara memenuhi janjinya selama kampanye. Pemerintah membelanjakan lebih banyak uang untuk subsidi dan membangun infrastruktur yang tidak produktif dan gagal memperbaiki penerimaan negara.

Ada Capres yang menjanjikan 1 dari 4 anggota keluarga, gratis kuliah. Masih Capres yang sama, akan menaikkan gaji guru, Rp10 juta hingga Rp30 juta. Untuk kesehatan, ada tambahan 1 psikolog di setiap Puskesmas. Dan masih banyak lagi. Sang Capres juga menjanjikan pertumbuhan ekonomi sebesar 7%. Anggaran pun akan berlipat 100% menjadi Rp6.000-an triliun.

Ada juga Capres yang akan menggelontorkan subsidi makan siang dengan anggaran fantastis, Rp450 triliun setiap tahunnya serta mendatangkan 1,5 juta ekor sapi untuk memproduksi susu. Bayangkan. Uang sebesar itu hanya untuk makan siang. Artinya, selama 5 tahun masa kepemimpinan akan dihabiskan anggaran negara sebesar Rp2.250 triliun. Anda paham, kan?

Begitu banyak janji para Capres-Cawapres dan tidak mungkin semuanya saya tulis. Intinya, setiap pasangan calon berusaha meraih suara rakyat dengan janji-janji yang membikin ‘tidur’.

Anda harus melihat situasi Indonesia sekarang. Presiden Joko Widodo selama hampir sepuluh tahun kepemimpinannya telah menghabiskan utang lebih dari Rp5.000 triliun dari total utang Rp8.000-an triliun saat ini. Itu pun pertumbuhan ekonomi paling tinggi yang bisa diraih Jokowi hanya 5,31%.

Kira-kira diperlukan berapa ribu triliun rupiah lagi tambahan utang untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 7%? Sementara tambahan sumber pemasukan negara juga belum jelas. Misalnya, tax ratio saja berkutat di angka 11% hingga 12 %. Padahal, negara tetangga sudah ada yang mencapai 35%.

Anda bisa turut menghitungnya dengan kalkulator. Gampang dan cepat. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS), 1 dari 4 dari 7.885.281 jumlah mahasiswa saat ini atau sejumlah 1.968.820 mahasiswa dibiayai negara alias gratis. Artinya, untuk program tersebut, Pemerintah harus mengeluarkan pembiayaan Rp30 triliun per tahun.

Berapa triliun dana yang harus keluar lagi untuk memenuhi janji Capres atas kenaikan gaji guru? Coba kita hitung berdasarkan data BPS juga. Jumlah guru saat ini sekitar 4,2 juta, mengajar di berbagai jenjang pendidikan. Jika gaji guru naik menjadi Rp30 juta per bulan, artinya negara akan menambah subsidi sebanyak Rp128 triliun. Padahal, kini anggaran pendidikan sudah mencapai 20% dari pagu APBN.

Sementara beban negara untuk membayar bunga utang saja kurang lebih Rp700-an triliun per tahun. Ini baru bayar bunga, belum cicilan pokoknya. Belum lagi menggaransi utang BUMN seperti membangun kereta cepat. Atau, membangun ibu kota negara (IKN), karena investor sepi.

Langkah itu memang tidak salah, karena menurut Undang-Undang, utang negara maksimum 60% dari PDB. Saat ini, utang Indonesia berjumlah Rp8.041 triliun atau 38,11% dari PDB.

Itulah mengapa, Prabowo dalam debat mengatakan, jika utang negara masih di bawah 50% artinya masih kecil. Ia menyalahkan Anies Baswedan yang akan mematok utang negara sebesar 30% dari PDB.

Agaknya Prabowo akan berancang-ancang menambah utang sampai jumlahnya 50% dari PDB. Artinya, Presiden baru nanti boleh menambah utang sebesar Rp4.000 triliun lagi sampai batasannya mentok menurut Undang-Undang. Apakah Anda setuju?

Padahal, bermacam badan keuangan, baik lokal maupun dunia, sudah mewanti-wantinya; berbahaya. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bahkan khawatir jika Indonesia gagal bayar.

Selanjutnya, apakah Capres Anies Baswedan tidak akan mengambil utang, karena hendak menurunkan persentasenya menjadi 30% dari PDB? Tidak mungkin. Anies pun tetap akan mengambil utang. Justru berbahaya dari sisi sosial politik bila tidak berutang. Ada sisi-sisi belanja yang terkurangi.

Bagaimana caranya supaya utang turun menjadi 30% dari PDB? Menurut teori, gampang. Naikkan saja PDB dari jumlah saat ini. Pasti utang akan turun. Hal yang diperlukan yakni keseriusan upaya untuk menaikkan PDB. Itulah perlunya rakyat memilih Presiden yang berkualitas.

 Peningkatan PDB berarti produktivitas dan kesejahteraan rakyat naik. Faktor utamanya, stabilitas ekonomi negara terjaga, pengendalian inflasi, penerimaan negara naik, dan investasi berjalan baik.

Oleh karena itu, jika negara ini tetap mengandalkan utang untuk membangun, berarti Presiden hanya mencari jalan enak. Tidak diperlukan Presiden yang mampu mentransformasikan pikirannya ke dalam program-program. Kalau hanya membangun dengan utang, kemudian memberi subsidi dengan utang, nasib bangsa ini akan sama saja. Tidak pernah belajar dari masa lalu.


Berita Terkait

Mungkin Anda Tertarik