

Mengerek Brand Kartasura Kota Kreatif
/ Bisnis
Sejarah panjangnya yang klasik serta letak geografisnya yang strategis menguntungkan Kartasura sebagai kota kreatif.
Dj. Respati
Founder Kartasura Library
Kartasura kini telah menapaki usia 343 tahun. Rentang usia tersebut diambil dari peristiwa Sunan Amangkurat II yang menempati pusat kerajaan Kasunanan Mataram Kartasura, pada taggal 27 Rawuh tahun Alip 1603 tahun Jawa, bertepatan dengan 11 September 1680.
Walau usianya telah cukup tua, kondisi Kartasura kini sangat memprihatinkan. Lihatlah. Eksistensinya perlahan namun pasti mulai tergusur, infrastruktur yang tak memadai, tidak adanya ruang publik yang berskala kota, penampakan kota yang semakin semerawut, dan acaman banjir di musim penghujan.
Bisa jadi hal itu buah kutukan masa lalu yang penuh dengan konflik, pemberontakan, dan perang antar-saudara. Watak ingin berkuasa yang selalu meminta dukungan, restu, dan keberpihakan—seperti pada sejarah Kartasura dan Verenigde Oostindische Compagnie (VOC) Belanda—daripada menjaga persatuan dan dukungan rakyat. Bila kini mereka yang berhasrat pada kekuasaan memohon dukungan para pemodal, ada referensi sejarahnya.
Faktor lainnya, bisa jadi pula, karena pusat kekuasan ketika itu telah dipindahkan ke Surakarta, sehingga praktis Kartasura hanya diposisikan sebatas kota satelit penyangga Surakarta walaupun keberadaanya sekarang di bawah naungan Kabupaten Sukoharjo.
Keberadaan Kartasura inilah yang membuat rasa percaya diri Kabupaten Sukoharjo hadir dan tumbuh. Kendati begitu, penataan Kartasura tak kunjung dilakukan.
Sejarah Pembentuk Medan Magnet
Kartasura merupakan kota yang terbuka dan memiliki daya magnet luar biasa. Tentu saja daya magnet utama dan pertama ada pada letak strategisnya yang berada di jalur persimpangan jalan negara Surabaya-Solo-Yogyakarta dan Solo-Semarang, serta dekat dengan pintu tol, bandar udara internasional Adi Sumarmo, maupun stasiun kereta api Purwosari. Dengan begitu, Kartasura sangat mudah diakses.
Hal ini menarik orang untuk menjadikan Kartasura sebagai tempat tinggal maupun ladang investasi. Belakangan, tumbuh berbagai ragam daya pikat yang semakin menyubur, hingga banyak orang datang ke Kartasura dengan berbagai ragam kepentingan.
Faktor kesejarahan Kartasura menjadi kekhasan dan keunikan tersendiri. Sebagai tempat yang pernah dijadikan pusat kerajaan Islam, Kasunanan Mataram, walau dalam usia yang tak begitu lama, yakni 65 tahun (1680-1745), Kartasura memiliki jejak-jejak kesejarahan, meski secara fisik memang tak banyak dan kondisinya pun tak terawat.
Namun bagaimanapun, berbagai kalangan pada akhirnya tertarik untuk berkunjung ke Kartasura, karena narasi-narasi konflik besar di masa lalu, berikut pemberontakan, perang saudara, dan kompleksitas relasi kuasa dalam perebutan kekuasaan. Potensi kesejarahan terwujud dalam narasi-narasi konflik antar-berbagai kekuatan maupun aktor-aktor ekonomi politik, maupun agama-budaya, yang melibatkan berbagai kelompok, baik dalam keraton atau keluarga kerajaan maupun pihak eksternal, dalam hal ini VOC Belanda, maupun Tiongkok. Semua itu menarik orang untuk merasakan lebih dekat peristiwa masa lalu tersebut.
Keberadaan sarana pendidikan dan kesehatan, baik swasta maupun negeri, dari berbagai tingkat dapat dijumpai di Kartasura. Keberadaan UIN Raden Mas Said, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Sekolah tinggi ilmi ekonomi (STIE) Surakarta, Pondok Pesantren Al-Muayyad Cabang Windan Makamhaji, dan Pondok Assalam menjadi daya tarik tersendiri bagi para pendatang muda untuk menuntut ilmu. Fenomena ini memberikan warna dan dinamika yang cukup dinamis. Kartasura ternyata menjadi pusat penyedia dan pengembangan sumber daya manusia.
Demikian juga keberadaan rumah sakit ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso yang menjadi rujukan nasional. Ada pula rumah sakit swasta Karima Utama yang menjadi rujukan bagi bedah tulang terbaik se-Indonesia. Selain itu, Rumah Sakit UNS dan RS Islam Surakarta. Berbagai layanan kesehatan tersebut memberi magnet tak sekadar berobat, namun edukasi, riset, serta ‘tamasya’.
Desinati wisata pun mulai berkembang. Kawasan Keraton Kartasura, the Heritage Palace dengan bangunan megah berikut taman dan musiumnya, Transformers Park Jasatirta Bengawan Solo, dan lainnya.
Semua itu pada gilirannya tak sekadar memacu kehadiran para pendatang. Banyak orang yang dahulu pernah tinggal di Kartasura merasa perlu berkunjung kembali untuk bernostalgia.
Betapa pentingnya pengembangan perencanaan Kota Kartasura. Sebuah kolaborasi serta sinergisitas antara pengelola kota dengan perguruan tinggi setempat serta stakeholders lain dalam kerangka hubungan kemitraan strategis.
Menuju Kota Kreatif
Menyadari berbagai perkembangan yang terjadi kini, saatnya menjadikan Kartasura sebagai kota kreatif, karena kekhasan dan keunikannya. Untuk itu diperlukan penyusunan unsur-unsur pembentuk keunggulan yang harus dilakukan secara mendasar. Fondasi pembangunan Kartasura sebagai kota kreatif berbasis pada identitas masa lalunya.
Komitmen dari warga masyarakat, terutama komunitas-komunitas kreatif, dapat menjadi tulang punggung dan turbin penggerak yang akan menyuntikkan rasa kepemilikan terhadap Kartasura sebagai tempat tinggal dan tempat beraktivitas.
Ketika warga masyarakat terus bergerak maju, suka tidak suka, mau tidak mau, pemerintah pun akan memberikan ruang kebijakan yang ramah dan merangsang setiap warga masyarakat untuk berkreasi. Warga yang terus bergerak akan memunculkan partisipasi aktif masyarakat, bersama stakeholders lain untuk terlibat dalam pembuatan kebijakan.
Hal ini sekaligus menjadikan Kartasura tumbuh lebih dinamis dalam merencanakan masa depan kota secara cepat dan terukur yang akan mengubah peran kota satelit menjadi kota kreatif yang berbasis pada akar kultur-historis dan kontekstual.
Pasti tidak mudah. Rintangan dan hambatan yang ada terkadang penuh misteri untuk dipecahkan. Karena itu, perlu melihat sesuatu secara kreatif, sehingga akan menjadi pendorong serta sebagai bahan untuk berpikir kreatif melalui analisis-kritis dan imajinatif, sehingga dapat memunculkan jalan keluar yang tepat.
Kartasura sebagai kota satelit yang hanya berstatus kecamatan, maupun sikap warga yang acuh tak acuh terhadap peninggalan masa lalunya, menjadi tantangan untuk dipecahkan dan dikelola ke arah kreativitas produktif.
Cara berpikir kreatif akan membentuk masyarakat kreatif. Dalam ilmu psikologi, setiap individu memiliki keunikan tersendiri. Karena itu, setiap warga masyarakat memiliki kemampuan untuk berkreasi produktif. Di sinilah perlunya penyediaan dua hal yang urgen, yakni ruang publik atau ruang kreasi dan kompetisi.
Ruang-ruang publik, baik dalam bentuk fisik maupun non-fisik, dirancang dalam konsep yang penuh inspirasi, sehingga melahirkan ide yang mampu untuk menjadikan sebuah produk kreatif. Hadirnya ruang-ruang publik akan menjadi tempat warga untuk berinteraksi guna saling belajar serta saling mewangikan satu sama lainnya, hingga muncul mutualisme, baik secara personal maupun komunitas. Kehadiran ruang publik juga berfungsi sebagai katalisator warga dalam menyalurkan pikiran-pikiran yang bergumpal dan bergemuruh. Hal ini akan berefek pada kesehatan psikis warga.
Membentuk masyarakat yang kreatif bisa dilakukan melalui berbagai kompetisi. Kompetisi akan memunculkan dorongan yang kuat untuk menggali potensi, baik secara personal maupun kota, untuk mengubahnya menjadi peluang yang produktif-kreatif dan bernilai ekonomis. Menggali potensi, meraih prestasi.
Tentu saja dalam proses kreatif harus mampu memadukan unsur-unsur kosmopolitanisme dan lokalisme. Hal ini untuk menghindari terjadinya kesenjangan nilai. Adanya keselarasan pada nilai-nilai kosmopolitan dan nilai-nilai lokal dapat membentuk identitas sebuah kota yang memiliki ciri khas dan diterima dunia.
Identitas kota, sebagaimana diutarakan seorang pemikir negarawan, Yudi Latif, hendaklah berakar pada masa lalu dengan segala pahit getir, cerita duka, maupun cerita ria. Semua itu merupakan sumber pencarian identitas diri kota, suatu jangkar bagi proses historical self-invertion. Karena itu, untuk membentuk sebuah identitas haruslah memahami masa lalu sebagai nilai lokal.
Di sinilah perlunya suatu kebijakan yang berpihak pada penguatan bangunan berbagai budaya lokal, sehingga menciptakan output kebijakan yang memiliki wawasan global tetapi tidak melupakan kepribadian atau karakter, baik secara persoanal maupun kota yang sudah tertanam sejak awal.
Kreativitas warga harus dibarengi dengan pembenahan birokrasi untuk menciptakan pelayanan publik praktis dan efektif, sehingga hambatan birokrasi yang menyulitkan warga dalam beraktivitas dan berkreativitas dapat dihindari. Suasana kondusif bagi terciptanya ekosistem kota kreatif pun dimungkinkan akan lahir.
Pada akhirnya, pengembangan Kartasura sebagai kota kreatif haruslah diorentasikan pada produktivitas kreatif yang memiliki spirit pengembangan ekonomi masyarakat, khususnya dalam dunia industri kreatif, sehingga akan memberikan kontribusi pendapatan bagi masyarakat, menciptakan iklim bisnis, serta memunculkan individu maupun komunitas-komunitas kreatif yang memberikan dampak positif pada kualitas hidup warga dan kota.