

Kisruh Pertamax Oplosan, Nur Aklis: Era Transportasi Listrik Semakin Realistis
/ Bisnis
Para pengelola energi yang tidak amanah, akan ditinggalkan konsumen.
PABELAN, Kartasura | Kisruh isu korupsi Pertamax oplosan begitu mengemuka masif, belakangan. Akademisi Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Nur Aklis, berpandangan, era transportasi listrik semakin realistis. Era ketika tata kelola energi tidak hanya merepresentasi sikap amanah dan tanggung jawab para pengelola, tapi juga menjangkau masyarakat luas.
“Pengoplosan itu kan teknisnya. Secara etika profesional, tata kelola energinya yang bermasalah. Ketika para pengelola energi tidak amanah, mereka akan ditinggalkan konsumen. Apalagi bila ternyata ada energi lain yang lebih realistis. Listrik, misalnya,” ujar Wakil Dekan IV Fakultas Teknik UMS itu kepada Surakarta Daily.
Ia menjelaskan, blending sah dalam dunia perminyakan. Blending adalah proses pencampuran bensin yang dilakukan dengan perhitungan presisi untuk menghasilkan produk akhir dengan kualitas tertentu. Dalam industri perminyakan, pencampuran bahan bakar bukanlah hal asing.
Aklis kemudian mencontohkan, apabila ada stok bensin RON 90 dan RON 95, bisa saja dicampur dengan perhitungan presisi untuk mendapatkan RON 92. Namun, apabila RON Pertamax ternyata dicampur zat lain tanpa standar yang jelas, dapat berisiko teknis, dari RON yang tidak konsisten, hingga kandungan yang memengaruhi kinerja mesin.
“Research Octane Number atau RON menjadi parameter utama untuk menilai kualitas bahan bakar bensin. Semakin tinggi angka RON, semakin baik ketahanannya terhadap pembakaran prematur. Fenomena yang dikenal sebagai detonasi atau knocking,” ucapnya.
Menurutnya, mesin kendaraan berbahan bakar bensin dirancang untuk bekerja dengan proses pembakaran yang terkontrol. Apabila bahan bakarnya tak sesuai, pembakarannya bisa terjadi lebih awal dari seharusnya atau disebut detonasi.
“RON yang lebih rendah meningkatkan kemungkinan terjadinya detonasi, lalu kehilangan tenaga, tidak efisien, dan boros konsumsi bahan bakar,” ungkap Ketua Program Studi Magister Teknik Mesin UMS ini.
Aklis mewajarkan preferensi konsumen yang lantas mulai melirik energi listrik untuk transportasi. Sederhananya, tidak ada istilah ‘pengoplosan’ dalam listrik. Tidak adanya turunan produk memungkinkan tata kelola yang bersih, tanpa manipulasi spesifikasi.
“Mari berhitung. Rata-rata motor listrik memerlukan 1 kwh atau berbiaya kurang dari Rp1.500 untuk jarak tempuh 40 kilometer, sedangkan motor bensin memerlukan 1 liter BBM atau sekira Rp10.000 untuk jarak tempuh yang sama,” katanya.
Selain faktor listrik yang melimpah, transportasi listrik bertenaga lebih besar dan ramah lingkungan. Belum lagi, biaya operasional yang lebih rendah lantaran komponen pemeliharaannya yang lebih sedikit.
“Meski secara pasar, rasanya industri transportasi Iistrik di Indonesia masih belum bisa dikatakan marak, apabila raksasa produsen Jepang, seperti Toyota belum turut bermain,” tandasnya.
UMS Komitmen Kurangi Emisi Gas Karbon
Pemerintah terus berupaya mengurangi emisi gas karbon menuju Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060. Salah satu caranya, dengan mempromosikan penggunaan motor Listrik untuk kebutuahan transportasi. Kebijakan itu diwujudkan dalam Percepatan Program Kendaraan Listrik Berbasis Baterai Transportasi Jalan.
“Sedari tahun lalu, Fakultas Teknik UMS berkolaborasi dengan Sekolah Menengah Kejuruan Muhammadiyah Kartasura (SMK Muka) bahu-membahu mewujudkan bengkel konversi motor bensin menjadi motor listrik,” terang Aklis.
Pemerintah memberikan subsidi kepada masyarakat yang berminat melakukan konversi sepada motor berbahan minyak menjadi listrik. Konversi wajib dilakukan bengkel tersertifikasasi Kementerian Perhubungan.
Dalam pelaksanaan konversi, pemilik sepeda motor berhak mengurus perubahan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dari penggerak motor bensin menjadi motor Listrik. Syaratnya, motor yang dikonversi wajib lolos Sertifikasi Uji Tipe (SUT) berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 15 tahun 2022. SUT kemudian digunakan untuk mengurus Sertifikasi Registrasi Uji Tipe (SRUT).
Dengan demikian, setiap bengkel yang sudah mendapatkan sertifikasi bengkel resmi pelaksana konversi setelah melakukan pekerjaannya diwajibkan untuk melakukan uji SUT agar mendapatkan SRUT.
Demi pelaksanaan konversi sepeda motor di bengkel SMK Muka dapat berjalan dengan baik sampai terbitnya SRUT, FT UMS memberikan dukungan berupa akses penggunaan alat laboratorium sebagai persiapan SUT.
FT UMS juga memberi pendampingan saat pelaksanaan SUT yang dilaksanakan di Balai Pengujian Laik Jalan dan Sertifikasi Kendaraan Bermotor Kementerian Perhubungan Republik Indonesia yang beralamat di Jalan Raya Setu, Tambun, Bekasi.
Editor: Astama Izqi Winata