TKIT dan PAUDQU Raudlotul Mu’minin berziarah ke makam Waliyullah Mbah Gusti Senopati Mataram. (Set RM)
Ziarah Meriah Hari Santri Nasional : TKIT dan PAUDQU Raudlotul Mu’minin berziarah ke makam Waliyullah Mbah Gusti Senopati Mataram. (Set RM)
TKIT dan PAUDQU Raudlotul Mu’minin berziarah ke makam Waliyullah Mbah Gusti Senopati Mataram. (Set RM)

Ziarah Meriah Hari Santri Nasional

TKIT dan PAUDQU Raudlotul Mu’minin berziarah ke makam Waliyuallah Mbah Gusti Senopati Mataram.


Ali Asfuri
Ketua Yayasan Raudlotul Mu’minin Kudus.
Alumnus
PPS UNNES Magister Pendidikan Bahasa Indonesia.
Alumnus HMI Cabang Sukoharjo Komisariat Umar bin Khathab.

 

Sedari tahun 2015, Republik Indonesia memperingati Hari Santri Nasional (HSN), tepatnya setiap tanggal 22 Oktober. Bagi para pendidik, termasuk saya, momentum HSN menjadi semacam sumber energi untuk terus merawat pendidikan bermartabat di berbagai tingkatan, demi Tanah Air yang beradab dan saling mencintai.

Istilah ‘santri’ tidak lantas merujuk pada entitas kepesantrenan semata, tapi juga rupaneka pendidikan Islam. Artinya, HSN sebentuk apresiasi negara atas perjuangan para pendidik Islam untuk melahirkan sumber daya manusia berkualitas, berdasarkan nilai-nilai keislaman.

Adalah Taman Kanak-Kanan Islam Terpadu (TKIT) dan Pendidikan Anak Usia Dini Al-Quran (PAUDQU) Raudlotul Mu’minin. Komitmen pendidikan Islam salah satunya diwujudkan dengan turut memeriahkan peringatan Hari Santri Nasional 2025 yang jatuh pada hari ini. Peringatan yang digelar sebagai wujud apresiasi dan penghormatan sekolah atas jasa para ulama pesantren.

Kemeriahan tampak artikulatif dan unik. Acara dikuti seluruh peserta didik TKIT dan PAUDQU Raudlotul Mu’minin sejumlah 110 anak. Program tersebut menjadi langkah nyata sekolah untuk merealisasi moto lembaga, yaitu ‘Yaummi’, akronim dari ‘yakin unggul, mandiri, dan Islami’.

Dalam sambutannya, Ida Nufida Tutik Rahayu selaku Kepala TKIT dan PAUDQU Raudlotul Mu’minin, menegaskan bahwa kegiatan jalan sehat dan berziarah merupakan puncak program pembelajaran Tujuh Kebiasaan Anak Indonesia Hebat, yaitu bangun pagi, beribadah, berolahraga, makan sehat dan bergizi, gemar belajar, bermasyarakat, dan tidur cepat.

Menurut Ustazah Ida, kegiatan sengaja dirancang bertepatan dengan Hari Santri Nasional tahun 2025 yang mengusung tema ‘Mengawal Indonesia Merdeka Menuju Peradaban Dunia’. Frasa ‘mengawal Indonesia Merdeka’ mencerminkan tanggung jawab santri sebagai penjaga moral, spiritual, dan ideologis bangsa.

Sekolah, lanjutnya, kemudian berupaya menerjemahkan tema HSN 2025. Sekolah pun berpandangan, peserta didik atau santri adalah harapan masyarakat Indonesia untuk menjaga keutuhan NKRI dan nilai-nilai Islam. Dengan yakin ia berkata, melalui jalan sehat dan ziarah makam cikal bakal Dukuh Mbareng Bodro, dapat meningkatkan moral force dan spiritual.

Agenda pertama, para peserta menggelar jalan sehat di sekitar sekolah. Seluruh peserta didik membawa payung berhias warna- warni serta mengenakan busana warna putih, tanpa terkecuali para ustazahnya. Meski terik matahari menyengat tubuh mungil meraka, antusiasme peserta tidak surut berjalan menyusuri jalan sembari bersenandung shalawat.

Usai berjalan sehat, para peserta lantas tiba pada agenda kedua. Anak-anak lantas berziarah ke makam Waliyullah Mbah Gusti Senopati mataram yang terletak di Dukuh Bareng Bodro RT 03 RW 02 Desa Hadipolo, Kecamatan Jekulo. Mbah Gusti Senopati Mataram diyakini sebagai salah satu santri dari Mbah Umar Said (Sunan Muria).

Lantunan kalimah tahlil-tahmid anak-anak di Makam Mbah Gusti Senopati Mataram yang dipimpin oleh Ustazah Umi Ludfiyah dan Ustazah Evita Nor Aina mampu mengubah kesunyian maqbaroh terasa lebih menyala.

Sini-Sana Senang

Muhammad Azzamy Syauqi Alfarezel, salah satu peserta didik TKIT Raudlotul Mukminin mengaku senang. Ia begitu gembira diajak berjalan sehat sembari berziarah kubur. Meskipun badan terasa lelah dan udara terik menyengat, ia dan kawan-kawannya bisa merasakan keseruan, meski tak dapat dihindari juga sekaligus berkeringat.

Rasa senang yang diutarakan para peserta bukan sembarang rasa senang. Ia lahir dari dedikasi para pendidik di sekolah, orang tua di rumah, serta lingkungan sekitar. Sebuah dedikasi guna membentuk pribadi yang kuat. Sebab, dunia terus berubah. Kian hari, kehidupan terasa semakin rumit. Generasi yang kuat tidak muncul dengan sendirinya. Mereka membutuhkan sumbangsih kita.

Banyak orang tua begitu mengkhawatirkan masa depan anak-anaknya, mulai dari pendidikan formal unggulan hingga skill-skill tambahan yang kelak, diharapkan relevan dengan dunia kerja. Berbagai kompetisi diikuti sebagai ajang pelatihan membentuk daya tahan anak dan unjuk prestasi.

Sebuah pilihan yang benar, karena Allah SWT berfirman dalam QS An-Nisa’ ayat 8, “Hendaklah merasa takut orang-orang yang seandainya (mati) meninggalkan setelah mereka, keturunan yang lemah (yang) mereka khawatir terhadapnya.”

Istilah zurriatan dhi’afan (keturunan yang lemah) lantas ditafsirkan oleh banyak orang tua sebagai sosok yang inkompeten atau tidak berkemampuan dalam pendidikan formal, kompetisi, dan bertahan hidup. Dengan begitu, harapannya dapat membentuk anak-anak menjadi kuat.

Meski demikian, firman-Nya dalam QS At-Tahrim ayat 6, “Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu,” menegaskan bahwa orang tua juga berkewajiban menjaga keluarga, termasuk anak-anak, agar selamat di akhirat.

Pada kenyataannya, untuk melahirkan generasi kuat membutuhkan ikhtiar yang sungguh-sungguh dan istiqomah. Mulia dunia saja tanpa mulia akhirat akan membawa kerusakan semesta. Lihatlah, sejarah dipenuhi keserakahan justru oleh para manusia-manusia pintar. Sementara mulia akhirat dapat dicapai, salah satunya bila mulia dunia berhasil diraih.

Lebih kasuistis, problem generasi yang terpampang di depan mata sebenarnya tentang pendidikan keislaman, mulai dari visi keluarga, pendidikan formal, dan masyarakat yang peduli pada nilai-nilai agama. Keluarga yang hanya menumpukan pendidikan pada sekolah, tanpa keteladanan di rumah dan lingkungan, hanya akan melahirkan generasi lelah tanpa kemampuan bersosialisasi yang baik, bahkan minim praktik adab keberagamaan. Merekalah zurriatan dhi’afan.

Betapa penting peran lembaga pendidikan Islam, apa pun bentuknya. Lembaga yang diharapkan dapat melahirkan generasi kuat. Betapa penting budaya santri berpengaruh pada perubahan. Betapa penting berusaha gigih mendidik generasi, karena kelak akan berhadapan dengan masa depan yang semakin sulit diprediksi.

Selamat Hari Santri Nasional 2025.

Editor: Astama Izqi Winata


Berita Terkait

Mungkin Anda Tertarik