

Skenario Koalisi Pemilihan Gubernur Jawa Tengah 2024
/ Opini
Formasi koalisi bisa linier dengan koalisi Pilpres 2024 atau berdasarkan partai pendukung versus non-pendukung paslon Prabowo-Gibran.
Agus Zaini
Co-Founder Cakra Manggilingan Institute
Sejarah praktik demokrasi di Indonesia menorehkan Jawa Tengah sebagai salah satu barometer politik nasional. Adalah tidak mengherankan bila dinamika perpolitikan Jawa Tengah selalu menjadi sorotan, termasuk Pemilihan Presiden 2024 yang lalu.
Seperti diketahui, persaingan antara pasangan Prabowo-Gibran dengan pasangan Ganjar-Mahfud di Jawa Tengah sangatlah ketat. Ganjar Pranowo sebagai Calon Presiden andalan PDI Perjuangan yang telah dua periode berkiprah sebagai Gubernur Jawa Tengah menjanjikan harapan besar, kemenangan mutlak di wilayah yang dijuluki ‘kandang banteng’ ini.
Dukungan partai politik yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) menjadi mesin politik efektif di bawah komando Kukrit Suryo Wicaksono, seorang pengusaha muda yang ditunjuk sebagai Ketua Tim Kampanye Daerah (TKD) Prabowo-Giibran Jawa Tengah. Selain itu, ditambah dengan peran aktif Gibran Rakabuming Raka, Walikota Surakarta. Gibran memiliki basis kuat, berupa jaringan relawan Bolone Mase di bawah koordinasi aktivis 98, Kuat Hermawan Santoso, yang begitu masif bergerak hingga ke akar rumput.
Di sisi lain, sosok Jenderal TNI (Purn) Wiranto, Letjen TNI (Purn) Bibit Waluyo, dan Mayjen (Purn) Glenny Kairupan juga tampak aktif melakukan konsolidasi pemenangan pasangan Prabowo-Gibran di Jawa Tengah. Para tokoh tersebut sejak akhir tahun 2023 secara intensif mengunjungi daerah-daerah di Jawa Tengah dalam rangka menggalang para mantan kepala desa yang terhimpun dalam organisasi Serikat Mantan Aparatur Desa (Semar Desa) yang dipimpin oleh Ki Agung Bakar Setiyoko, mantan Kepala Desa Kranggan, Polanharjo, Klaten.
Kekuatan pengaruh Ganjar diuji dan beradu dengan kelihaian strategi penggalangan basis pemilih di Jawa Tengah. Alhasil, Ganjar Pranowo harus ‘gigit jari’ karena gagal meraih hasil maksimal. Pasangan Prabowo-Gibran sukses menggempur Jawa Tengah dengan capaian suara terbanyak, yakni 12.096.454 suara atau 53,07 persen dari total suara sah di Jawa Tengah.
Sedangkan pasangan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD hanya meraup 7.827.335 suara atau 34,34 persen. Selanjutnya, pada urutan terakhir, pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar meraih 2.866.373 suara atau 12,57 persen.
Kemenangan pasangan Prabowo-Gibran telah meruntuhkan mitos ‘Jawa Tengah kandang banteng’. Setidaknya, penurunan perolehan kursi DPRD yang berasal dari PDI Perjuangan di Jawa Tengah dari 42 kursi pada Pemilu 2019 menjadi 32 kursi pada Pemilu 2024 menjadi bukti nyata bahwa Jawa Tengah merupakan area terbuka bagi pertarungan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 nanti.
Bursa Calon Gubernur Jawa Tengah
Pilkada serentak akan digelar pada 27 November 2024 di 37 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota. Apabila ditotal, sejumlah 545 daerah di seluruh Indonesia akan memilih pemimpinnya, kecuali Daerah Istimewa Yogyakarta, Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Timur, Jakarta Barat, Jakarta Selatan, dan Kepulauan Seribu.
Walaupun momentum Pemilihan Gubernur Jawa Tengah masih relatif lama, tetapi dinamika politik mulai menggeliat pasca-perhelatan Pemilu pada bulan April yang lalu. Beberapa nama mulai muncul dan digadang-gadang menjadi kandidat Calon Gubernur Jawa Tengah. Sebut saja Sudaryono yang akrab disapa ‘Mas Dar’, ketua DPD Partai Gerindra Jawa Tengah. Potret Mas Dar terlihat di berbagai area publik dalam bentuk papan reklame, baliho, dan spanduk.
Di lingkungan PDI Perjuangan muncul nama Bambang Wuryanto alias Bambang ‘Pacul’ serta Hendrar Prihadi yang biasa dipanggil ‘Hendi’. Kedua kader tulen PDI Perjuangan tersebut memiliki kans kuat untuk muncul sebagai Calon Gubernur Jawa Tengah.
Dari kalangan Nahdliyin ada nama Taj Yasin Maimoen, mantan Wakil Gubernur Jawa Tengah, dan Muhammad Yusuf Chudlori atau Gus Yusuf, Ketua DPW PKB Jawa Tengah. Keduanya bisa dikatakan sebagai tokoh utama dari kalangan santri yang memiliki potensi besar untuk maju dalam Pemilihan Gubernur Jawa Tengah.
Partai Golkar memiliki kader potensial seperti figur Dico M. Ganinduto (Bupati Kendal), Juliyatmono (mantan Bupati Karanganyar), serta Nusron Wahid (anggota DPR RI).
Pilkada Jawa Tengah semakin meriah, karena muncul dua tokoh potensial yang berpeluang untuk maju sebagai Calon Gubernur. Memiliki pangkat bintang di pundaknya, keduanya adalah Komjen (Purn) Nana Sudjana yang kini menjabat sebagai Penjabat Gubernur Jawa Tengah dan Irjen Ahmad Luthfi, Kapolda Jawa Tengah.
Kedua perwira tinggi kepolisian itu termasuk dalam kategori orang-orang pilihan Presiden Joko Widodo. Latar belakang kedinasannya pernah menjabat sebagai Kepala Kepolisian Resor Kota (Kapolresta) Surakarta pada saat Jokowi menjabat Walikota Surakarta.
Kemunculan figur Nana Sudjana dan Ahmad Luthfi dalam bursa Cagub Jawa Tengah terbilang realistis. Keduanya memiliki pengalaman kepemimpinan dan jaringan kuat di Jawa Tengah.
Meski demikian, mustahil kedua nama tersebut tampil secara bersamaan sebagai Cagub Jawa Tengah. Selain memiliki ceruk yang sama, keduanya kemungkinan akan berada pada posisi kompromis dan saling membuka ruang kesempatan agar bisa berhasil dalam kontestasi Pilkada.
Ahmad Luthfi bisa saja ‘mengalah’ dan memberi kesempatan, apabila Nana Sudjana diusung dan masuk dalam kontestasi Pilkada sebagai Calon Gubernur Jawa Tengah. Atau bisa jadi juga, sebaliknya.
Dua Skenario Koalisi
Kira-kira kemungkinan skenario koalisi seperti apa yang akan terjadi dalam ajang pemilihan Gubernur Jawa Tengah 2024?
Skenario pertama, formasi koalisi yang linier dengan Pilpres 2024. Dalam skenario ini, koalisi yang terbentuk merupakan kelanjutan dari koalisi Pilpres 2024. PDI Perjuangan memilki 32 kursi yang menggandeng PPP dengan 7 kursi, sehingga modal politik yang terbangun berkekuatan 39 kursi atau 32,5 persen.
Dengan modal koalisi tersebut, PDI Perjuangan dan PPP bisa mengusung pasangan Cagub-Cawagub. Beberapa alternatif kandidat Gubernur yang diusung antara lain Hendi atau Bambang Pacul, sedangkan Cawagub bisa saja diisi oleh Taj Yasin atau tokoh NU yang berasal dari PPP.
Partai-partai pengusung pasangan Calon Presiden nomor urut 1, yaitu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, dalam skenario pertama ini akan melebur kembali dalam koalisi di Pilkada Jateng, dengan komposisi PKB bermodalkan 20 kursi (16,7 persen), PKS memiliki 11 kursi (9,2 persen), dan Partai Nasdem dengan 3 kursi (2,5 persen). Total modal politik dalam koalisi ini sebanyak 34 kursi atau 28,4 persen. Artinya, lebih dari cukup untuk mengusung pasangan Cagub-Cawagub, sebab syarat minimalnya hanyalah 24 kursi atau 20 persen dari jumlah total kursi DPRD.
Koalisi ini bisa saja mengusung Ketua PKB Jawa Tengah, Gus Yusuf Chudlori sebagai Calon Gubernur Jawa Tengah, atau mungkin tokoh PKB yang berasal dari Dewan Pimpinan Pusat. Kemungkinan lain mengusung kandidat dari kalangan non-parpol, misalnya Sudirman Said yang juga pernah menjadi Calon Gubernur Jawa Tengah pada pilkada 2018, atau “meminang” figur Nana Sudjana atau Ahmad Luthfi untuk dicalonkan sebagai Gubernur Jawa Tengah.
Partai-partai pengusung paslon Prabowo-Gibran bisa menyatukan kembali kekuatannya untuk mengusung Cagub-Cawagub Jawa Tengah. Partai Golkar bermodalkan 17 kursi (14,2 persen), Partai Gerindra memiliki 17 kursi (14,2 persen), Partai Demokrat dengan 7 kursi (5,8 persen), PAN memiliki 4 kursi (3,3 persen), dan PSI dengan 2 kursi (1,6 persen). Koalisi tersebut mengumpulkan 47 kursi atau sebesar 39,1 persen.
Koalisi ini memiliki figur-figur yang potensial untuk diusung menjadi Calon Gubernur, seperti Nana Sudjana, Ahmad Luthfi, dan Nusron Wahid. Sementara Calon Wakil Gubernur akan banyak pilihan, antara lain Sudaryono (Gerindra), Dito Ganinduto (Golkar), Juliyatmono (Golkar), Taj Yasin Maimoen, dan Kukrit Suryo Wicaksono (pengusaha).
Skenario kedua, koalisi berdasarkan partai pendukung versus non-pendukung paslon Prabowo-Gibran. Dalam formasi ini, koalisi yang terbentuk akan mengerucut pada dua poros koalisi.
Partai-partai yang tidak mendukung pasangan Prabowo-Gibran pada Pilpres yang lalu menghimpun diri dalam suatu koalisi, yaitu PDI Perjuangan, PKB, PKS, PPP, dan Nasdem. Kekuatan koalisi tersebut sangat besar dengan jumlah dukungan kursi mencapai 73 kursi atau sebanyak 60,9 persen. Dengan modal politik itu, koalisi dapat mengusung Cagub-Cawagub, antara lain Bambang Pacul atau Hendi yang disandingkan dengan Gus Yusuf Chudlori. Ini akan menjadi pasangan ideal dan potensial, karena merupakan perpaduan antara kekuatan besar basis nasionalis dan nahdliyin.
Pada sisi lain, partai-partai pendukung Prabowo-Gibran, yaitu Partai Golkar, Gerindra, Demokrat, PAN, dan PSI bisa berkoalisi dengan modal sebanyak 47 kursi atau 39,1 persen. Adapun Cagub yang diusung bisa saja diambil dari kalangan non-partai, yaitu Nana Sudjana atau Ahmad Luthfi, atau tokoh dari Parpol yang memiliki latar belakang Nahdliyin, yaitu Nusron Wahid. Calon Wakil Gubernur-nya bisa muncul nama-nama kader partai, antara lain Sudaryono, Dito Ganinduto, dan Juliyatmono. Termasuk Taj Yasin dan Kukrit Suryo Wicaksono bisa menjadi sosok yang diperhitungkan dalam bursa calon gubernur.
Kedua skenario diatas hanya sebatas prediksi berdasarkan kecenderungan politik yang terjadi saat ini. Bukan hal mustahil akan banyak perkembangan politik seiring dengan dinamika komunikasi politik para pimpinan partai politik di tingkat nasional. Keputusan final Mahkamah Konstitusi yang menolak gugatan dari paslon nomor urut 1 dan 3 akan mengubah peta konstelasi politik dan membawa pengaruh signifikan terhadap rancangan formasi koalisi dalam pilkada 2024.
Efek Domino Hasil Pilpres 2024
Pemilu 2024 memunculkan anomali hasil yang sangat serius. Salah satunya, meski PDI Perjuangan masih juara dalam raihan kursi Legislatif, perolehan suara paslon Ganjar-Mahfud yang diusung sebagai Capres-Cawapres, menduduki posisi buncit. Apakah anomali serupa akan terjadi pada Pilkada Jawa Tengah? Jelas sangatlah mungkin.
Baik pada kemungkinan skenario pertama maupun kedua yang bermuara pada Calon Gubernur dari PDI Perjuangan, akan berhadapan dengan pertanyaan konstituen, “Lantas apa bedanya kali ini, dengan Gubernur Ganjar?” Apabila para pemilih menganggapnya sama, kemungkinannya bisa ditebak, yakni kekalahan.
Pilkada kali ini termasuk unik, karena digelar pada masa pemerintahan yang berbeda. Masa pendaftaran calon peserta pilkada berlangsung pada masa pemerintahan Jokowi, sedangkan hari pemilihan dilaksanakan di masa pemerintahan Prabowo. Disinilah perlu dicermati, Presiden Joko Widodo akan mengakhiri masa jabatannya pada tanggal 20 Oktober 2024. Artinya, ada kesempatan terbuka bagi Jokowi untuk memberikan dukungan nyata pada saat kampanye pilkada nanti, karena Jokowi sudah tidak lagi menjabat sebagai presiden.
Berdasarkan temuan survei nasional Indikator Politik Indonesia yang dilakukan pada 4 hingga 5 April 2024, approval rating atau kepuasan publik terhadap kinerja Presiden Joko Widodo mencapai 77,2 persen, sebagaimana diungkap peneliti utama Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi. Dengan demikian, apabila tidak ada ‘kecelakaan politik’ hingga akhir masa jabatannya, pengaruh Jokowi sangat besar dalam Pilkada 2024, khususnya di Jawa Tengah. Sehingga calon gubernur yang mendapat restu dan dukungan dari Jokowi memiliki peluang besar memenangkan kontestasi pilkada di Jawa Tengah.
Namun bagaimanapun, hajat kepemimpinan kali ini adalah milik warga Jawa Tengah. Siapa pun yang terpilih, semoga dapat bermanfaat bagi Jawa Tengah yang lebih baik.