

Siapa Rektor ISI Solo Terpilih?
/ Opini
ISI Solo layak mendunia dan mengarah pada perubahan besar-besaran, bila terkoneksi dengan banyak kampus seni di seluruh dunia.
Wawan Kardiyanto
Akademisi ISI Solo. Dewan Pakar Majelis Daerah KAHMI Boyolali.
Anggota LKKS Pimpinan Daerah Muhammadiyah Boyolali.
Kandidat Doktor UNU Surakarta.
Dalam hitungan hari ke depan, Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Solo periode 2025-2029 akan terpilih. Sebuah momentum strategis untuk mempertegas eksistensi perguruan tinggi seni bagi angin perubahan. Terlebih, Republik belakangan sedang berduka, impak dari aksi demonstrasi yang berujung kerusuhan massal berskala intens di berbagai daerah.
Tepat pada Selasa (16/9/2025), bakal digelar Sidang Senat Mahasiswa bersama Menteri untuk menyelenggarakan pemilihan final Rektor ISI Solo. Sebelumnya, para kandidat telah melampaui dua kali penyaringan, karena perubahan komposisi anggota Senat.
Saat hasil penyaringan kali kedua pada Senin (4/8/2025), ditetapkan tiga Calon Rektor, yaitu Bondet Wrahatnala, Ana Rosmiati, dan Sunardi. Ketiganya lantas menjalani penelusuran rekam jejak oleh Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi.
Setiap calon memiliki reputasi menawan. Bukan hanya sosok akademisi yang taat pada Tri Dharma Perguruan Tinggi, masing-masing telah mencatatkan prestasi dan inovasi sepanjang perjalanan karier dan pengabdiannya bersama ISI Solo. Rasanya, memang tak mudah menentukan, siapa Rektor ISI Solo yang akan datang.
Bondet Wrahatnala, misalnya. Ia seorang Doktor di Bidang Sosiologi. Dalam lingkung keilmuan, seni dan sosiologi tentu saja saling memengaruhi, terlebih seni dapat berfungsi sebagai cermin nilai lantas berbuah perubahan sosial. Secara kapasitas keilmuan, Bondet dapat menjadi angin segar bagi peningkatan kesadaran sosial demi perikehidupan bangsa dan negara yang lebih baik, melalui ISI Solo.
Selanjutnya, ada Ana Rosmiati. Ia mahir dalam Desain Komunikasi Visual. Salah satu studinya berjudul ‘Identitas Visual Desa Wisata Batik Cokrokembang Melalui Environment Graphic Design sebagai Pengembangan di Kabupaten Pacitan’ mencerminkan keahliannya itu untuk menginisiasi kontribusi ISI Solo kepada masyarakat luas, pertanda keduanya tidak dapat dipisahkan.
Kandidat ketiga, Sunardi. Ia pakar seni pedalangan. Karya-karyanya merepresentasi kedalaman khazanah keilmuan yang terejawantah. Di tangannya, seni tidak terpisah dari realitas. Ia menjadikan wayang sebagai instrumen pengajaran dan pendidikan, berikut penanaman nilai-nilai luhur kebangsaan.
Apabila ditengarai berdasarkan kiprah akademik, ketiga kandidat telah memenuhi kualifikasi cendekiawan. Artinya, dunia ilmu dan pengetahuan berhasil diorientasikan serta mampu turut menjawab persoalan-persoalan yang ada. Kampus tidak dibatasi oleh tembok-tembok tinggi yang selama ini menempatkan para penghuninya bak duduk di atas singgasana ‘menara gading’.
Ketiganya juga telah melampaui beberapa tahap seleksi dengan tim seleksi yang mumpuni. Rasanya tak mungkin kredibilitas para kandidat, sembarangan. Nama-nama ini dapat dikatakan sebagai orang-orang terpilih yang kelak merepresentasi ISI Solo dalam catatan sejarah.
Satu dari tiga sosok ini diharapkan banyak pihak dapat mengentaskan segudang persoalan di ranah pendidikan seni, mulai dari kurikulum, fasilitas dan bahan ajar, kompetensi para pendidik, dukungan orang tua, apresiasi masyarakat terhadap seni, pendanaan dan prioritas sekolah yang tidak tepat, hingga konsep pendidikan seni yang sentralistik dan tidak kontekstual.
Tentang Animo Rektor Muda
Dunia yang terasa lebih cepat kini, mensyaratkan kualifikasi kepemimpinan prima. Bagi sebagian kalangan, kriteria ‘muda’ menjadi poin penting. Sejauh mata memandang, sekarang mudah dijumpai Rektor-Rektor di berbagai perguruan tinggi, berusia muda. Terakhir, Alim Anggono, Rektor Cakrawala University yang baru berusia 26 tahun.
Animo akan hadirnya Rektor berusia muda tampak relevan dengan manajemen perguruan tinggi mutrakhir yang menuntut visi futuristik berbasis kecepatan. Pembeda utama kaum muda dan kaum yang lebih senior, ada pada keberaniannya mengambil kebijakan-kebijakan baru yang bahkan dapat menggantikan sistem lama karya para pendahulunya.
Dalam konteks pemilihan Rektor ISI Solo, mengandalkan kriteria muda saja tidaklah tepat. Kedalaman visi, profil berintegritas, dan karisma kepemimpinan tak dapat diabaikan. Kampus ini sebentuk ruang refleksi yang sarat kebajikan. Dari sana lahir inspirasi perubahan yang hanya dapat bertumbuh kembang positif bila dipimpin seorang penuh kematangan hidup.
Minimnya apresiasi atas karya seni bahkan menjurus pada sinisme tak urung layak segera dientaskan. Seni tak lagi sekadar hiburan. Seni bukan hanya tentang pertunjukan. Seni senyatanya berkelindan lekat pada garis hidup peradaban. Untuk berhadapan dengan situasi tersebut, kepemimpinan matang yang substansial begitu dinanti.
Melimpahnya kanal informasi yang sekilas memudahkan akselerasi generasi muda toh pada praktiknya, tak lain seperti pedang bermata dua. Tak sedikit dari mereka yang justru kebingungan bahkan kesulitan bersikap. Untuk itu, keteladanan pemimpin yang dapat menjaga titik kesadaran generasi muda menjadi harga mati.
Rektor ISI Solo tidak lagi segan berdialog dengan mahasiswa, apalagi tak bisa ditemui. Sebagai ruang besar penggemblengan para seniman, ISI Solo harus mampu mengakomodasi semua cara pandang, termasuk mahasiswa. Figur kebapakan yang mengerti obsesi kalangan muda.
ISI Solo Mendunia
Kota Solo, terutama, serta khazanah Jawa dalam sekup yang lebih luas, sebagai bagian dari warna indah kebhinnekaan adalah sumber pengetahuan tak berseri. Semua itu ada dalam kehidupan sehari-hari, diterapkan dan dipraktikkan. Apa yang kita pikir biasa saja, bagi khalayak peneliti, bisa menjadi sesuatu yang sangat berharga.
Ketika nilai-nilai yang ada dipotret dalam kacamata peradaban lain dan hasilnya mengesimakan, terbukti sudah bahwa negeri kita begitu menarik minat penelitian di berbagai sektor. Karena itulah, bukan hal mustahil, ISI Solo dapat mendunia. Kampus ini lantas dikenal dunia lantaran concern pada isu-isu kesenian Nusantara dengan karya-karya ilmiah dan produk publikasi lain.
Prasyarat itu ada, tinggal bagaimana kepemimpinan ISI Solo meresponsnya secara lebih agresif. ISI mendunia dapat menjadi tolok ukur kualifikasi kepemimpinan ISI Solo yang relevan pada era sekarang. Identitas world class selanjutnya memungkinkan sivitas akademika untuk mengubah etos dan kinerjanya.
Jangan lupa, keberhasilan ISI Solo di pentas ilmu pengetahuan seni kelak sekaligus mengharumkan nama bangsa dan negara. Karya-karya itu seterusnya membanjiri dunia dan menarik minat banyak pihak untuk terhubung dengan Indonesia. Mereka akan berdatangan dengan penuh keingintahuan akan budaya Indoneisa, termasuk karya seni-karya seninya.
Kembali pada Pemilihan Rektor ISI Solo yang akan digelar sebentar lagi, para kandidat tidak semata mengejar jabatan. Jabatan ini jelas sebuah amanah yang tak mudah. Untuk itu, tidak boleh setengah-setengah. Semua hal telah selayaknya diperjuangkan demi ISI Solo yang menginspirasi perubahan Republik menuju hidup yang lebih baik.
ISI Solo layak mendunia. Kepemimpinannya pun harus bermental sama. Bila telah demikian, ekosistem perguruan tinggi seni bisa mengarah pada perubahan besar-besaran, sebab terkoneksi dengan banyak kampus seni di seluruh dunia. Setelahnya, kemaslahatan lebih luas menjadi warna penting pengembangan kampus.
Editor: Astama Izqi Winata