Pemerhati ekonomi desa, Singgih Sugiharto. (Pribadi)
Setangkup Harap Atas Kebijakan Pembentukan Koperasi Desa Merah Putih : Pemerhati ekonomi desa, Singgih Sugiharto. (Pribadi)
Pemerhati ekonomi desa, Singgih Sugiharto. (Pribadi)

Setangkup Harap Atas Kebijakan Pembentukan Koperasi Desa Merah Putih

Implementasi kebijakan dadakan dapat berbuah pada inefisiensi Dana Desa.


Singgih Sugiharto
Pemerhati Ekonomi Desa. Alumnus Fakultas Ekonomi UMS 1996. Pengurus HIPKA Kendal.

 

Momentum Senin (3/3/2025) tampaknya akan menjadi penanda kebangkitan perekonomian desa. Hal itu disampaikan Presiden Prabowo Subianto dalam Rapat Terbatas bersama sejumlah menteri Kabinet Merah Putih di Istana Merdeka, Jakarta. Pemerintah menetapkan kebijakan strategis perkuatan ekonomi desa melalui pembentukan Koperasi Desa Merah Putih (Kop Des Merah Putih).

Rencananya, Kop Des Merah Putih didirikan di 70.000 hingga 80.000 ribu desa di seluruh Indonesia. Berdasarkan hasil pendataan Potensi Desa (Podes) 2024, ada sejumlah 84.276 wilayah administrasi pemerintah setingkat desa yang terdiri dari 75.753 desa dan 8.486 kelurahan. Boleh dibilang, pemerintah ‘memaksa’ seluruh desa wajib membentuk koperasi di tingkat wilayahnya.

Menteri Koordinator Pangan, Zulkfili Hasan, menjelaskan bahwa tujuan didirikannya Koperasi Desa Merah Putih sedianya menjadi pusat kegiatan ekonomi desa, serta tempat penyimpanan dan penyaluran hasil pertanian masyarakat.

Sementara Menteri Koperasi, Budi Arie Setiadi, menerangkan, selain memperkuat perekonomian desa, koperasi juga akan memutus rantai distribusi barang yang selama ini ‘merugikan’ konsumen dan produsen. Harga barang bisa lebih murah.

Tak kalah lantang, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT), Yandri Susanto, mengatakan, tujuan utama dibentuknya Kop Des Merah Putih adalah untuk memastikan desa-desa berkembang dan memiliki fondasi ekonomi yang kuat.

Bagi Pemerintah Desa (Pemdes) yang akan menjalankan kebijakan tersebut tentu terkejut. Sebab, hingga saat ini, belum ada regulasinya. Pada Januari 2025 yang lalu, terbit Keputusan Menteri Desa PDTT Nomor 3 tentang Panduan Penggunaan Dana Desa untuk Ketahanan Pangan dalam Mendukung Swasembada Pangan. Pemerintah Desa wajib menganggarkan minimal 20 persen penggunaan Dana Desa untuk ketahanan pangan.

Ketika kebijakan pembentukan Kop Des Merah Putih muncul, jelas mengubah proses penganggaran di desa. Seperti diketahui, setiap akhir tahun, Pemerintah Desa telah menetapkan Kebijakan keuangan desa melalui Penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes). Kebijakan yang lahir dadakan hanya akan menggeser beberapa kebijakan pada semua level. Dapat ditebak kemudian, Pemerintah Desa pun terkena getahnya.

Apalagi konon dalam pelaksanaannya nanti, pembentukan Kop Des Merah Putih diperkirakan menelan dana sekitar Rp3 miliar hingga Rp5 miliar, sedangkan rata-rata Dana Desa hanya kurang lebih Rp1 miliar per tahun. Langkah tercepat yang dapat ditempuh, yakni dengan merevisi kebijakan yang sudah ada.

Kondisi Nyata

Sejak dikucurkan pertama kali tahun 2015, Dana Desa ditransfer ke Rekening Pemerintah Daerah. Selanjutnya, mulai tahun 2020, Dana Desa tidak ditransfer ke Rekening Daerah melainkan ke Rekening Desa (RKD).

Prioritas penggunanaan Dana Desa selama ini lebih dititikberatkan pada pembangunan fisik, seperti pembuatan jalan, jembatan, irigasi, embung desa, tambatan perahu, pasar desa, dan lain-lain. Prioritas tersebut jauh dari pembangunan non-fisik, seperti pelatihan pembuatan koperasi, pengembangan ekonomi berbasis kerakyatan, serta program kemandirian masyarakat agar tidak selalu bergantung kepada bantuan pemerintah.

Fenomena ini dialami oleh hampir seluruh Pemerintah Desa di Indonesia. Sebuah fenomena yang senyatanya belum terfokus pada kegiatan penguatan ekonomi secara mandiri atau pun melalui kelompok atau organisasi.

Pembentukan koperasi desa tidak semudah membalikkan telapak tangan. Dari data yang ada, di Indonesia, desa yang berstatus mandiri hanya sebanyak 17.027 atau 22,48 persen. Sementara untuk kategori maju sejumlah 23.085 atau 30,47 persen. Desa-desa lainnya termasuk kategori berkembang, tertinggal, dan sangat tertinggal. Secara awam, dapat disimpulan, pembentukan Kop Des Merah Putih masih jauh dari harapan.

Belum lagi tingkat pendidikan warga desa. Dilihat dari data statistik bahwa tingkat penyelesaian pendidikan sampai tingkat SMA/SLTA di desa hanya 56,38 persen. Artinya, daya saing warga desa kalah dibanding warga kota dengan tingkat penyelesaian pendidikan mencapai 73,25 persen.

Sampai di sini tentunya dibutuhkan fondasi yang kuat, baik secara kemampuan pemikiran dan kemandiran masyarakat desa, maupun mindset yang berkembang dengan akan adanya pendirian koperasi desa.

SDM Kompeten

Konsekuensi yang akan diterima Pemerintah Desa dengan adanya kebijakan pembentukan koperasi desa, mau tidak mau, dibutuhkan think tank, yakni sekelompok pemikir dan pelaksana. Merekalah yang mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) berkualifikasi serta kompeten.

Pertama, menemukan SDM kompeten yang berpengalaman bekerja di sektor perbankan, koperasi terkemuka, serta lembaga keuangan, kemudian direkrut mengurus koperasi desa. Kedua, mempersiapkan SDM fresh bervisi dan misi cemerlang seputar upaya memajukan desa melalui pembentukan koperasi.

Seperti ditegaskan Menteri Koperasi, ada tiga model dalam rangka kebijakan itu. Pertama pembangunan atau pembuatan koperasi baru. Kedua, merevitalisasi koperasi. Ketiga, mengembangkan koperasi yang sudah ada. Situasi di lapangan, sebagaian besar desa belum memiliki koperasi desa. Artinya, dimungkinkan desa akan membentuk koperasi desa.

Langkah selanjutnya, Pemerintah Desa wajib mempersiapkan anggaran yang cukup untuk membiayai pembentukan koperasi desa. Kebutuhan anggaran bisa diperuntukkan pada program studi tiru ke beberapa koperasi kredibel di wilayah tertentu.

Pemerintah Desa dapat memastikan jumlah anggaran yang dibutuhkan pada awal pembuatan koperasi, bisa meliputi modal awal, kebutuhan administrasi perizinan, serta kebutuhan anggaran lain yang diperlukan.

Lebih jauh, Pemerintah Desa harus membuat site plan tentang apa yang akan dilakukan. Fokus utama kegiatan koperasi desa, seperti koperasi konsumen, produksi, jasa, simpan pinjam atau serba usaha, penting dilakukan pemetaan.

Peran serta stakeholders, baik di tingkat Pemerintah Desa, Kecamatan selaku pembina, Pemerintah Kabupaten, serta mitra usaha dan mitra lembaga lain. Dengan terbentuknya koperasi desa, dibutuhkan transparansi dalam hal penggunaan anggaran serta pelaporan berkala pengelolaan koperasi desa, juga pengembangan koperasi desa yang berkelanjutan.

Hal yang tidak kalah penting, yakni memaksimalkan fungsi dan tugas Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Selama ini, BUMDes telah menjadi sentra kegiatan ekonomi atau usaha yang ada di desa, sehingga kewenangan, tugas, dan pekerjaan masing-masing lembaga nantinya tidak saling bertabrakan.

Sembari menunggu lahirnya regulasi susulan, pertanyaan yang sungguh krusial adalah, apakah koperasi desa nanti akan menjadi bagian dari unit usaha BUMDes, ataukah berdiri sendiri.

Terakhir, setelah terbentuknya koperasi desa, diperlukan transparansi penggunaan anggaran serta pelaporan berkala pengelolaan. Selain itu, pengembangan koperasi desa yang berkelanjutan.

Editor: Astama Izqi Winata


Berita Terkait

Mungkin Anda Tertarik