Presiden Joko Widodo mengecek stok beras di Gudang Bulog Telukan, Kabupaten Sukoharjo, Kamis (1/2/2024). (Setneg)
Mikul Dhuwur Mendhem Jero : Presiden Joko Widodo mengecek stok beras di Gudang Bulog Telukan, Kabupaten Sukoharjo, Kamis (1/2/2024). (Setneg)
Presiden Joko Widodo mengecek stok beras di Gudang Bulog Telukan, Kabupaten Sukoharjo, Kamis (1/2/2024). (Setneg)

Mikul Dhuwur Mendhem Jero

Ibarat orang tua, para pemimpin berkewajiban untuk memuliakan rakyatnya, bukan hanya sebaliknya.


M. Syaid Akbar
Pendidik. Alumnus Universitas Muhammadiyah Surakarta.

 

Selayaknya makhluk yang berperadaban tinggi maka sudah sewajarnya bila kita memberikan apresiasi kepada pihak yang berperan besar terhadap keberlangsungan kehidupan, baik secara mikro maupun makro. Sikap bersyukur atas apa yang telah diberi merupakan menjadi salah satu indikator tingkat kedewasaan spiritual kita.

Ada banyak hal dan peristiwa dalam berkehidupan, baik kehidupan sebagai inidividu maupun kehidupan berbangsa dan bernegara. Pencapaian-pencapaian kita sebagai pribadi dari awal kelahiran sampai saat ini tentu tak terhitung jumlahnya.

Nikmat awal berupa keberadaan atau eksistensi adalah nikmat dasar, langsung dari Sang Maha Pencipta. Hal itu berlanjut dengan peristiwa-peristiwa yang terangkai hingga kini sebagai buah dari hukum sebab akibat yang berlaku tetap dan melekat pada diri pribadi masing-masing manusia.

Menjadi apa dan seperti apa kita saat ini tidaklah terlepas dari sebab awal keberadaan dan proses hidup yang membentuk sebab-sebab selanjutnya. Sebab yang kita ciptakan untuk mendapatkan akibat yang diinginkan.

Misalnya, setiap dari kita tentu mempunyai harapan-harapan, baik di masa depan atau yang biasa dikenal dengan istilah ‘cita-cita’. Untuk menggapai cita-cita tersebut tentu banyak sebab yang harus diciptakan agar mendapatkan akibat yang diinginkan. Tercapainya cita-cita itulah akibat.

Dalam ranah yang lebih besar, negara misalnya, hal serupa terjadi. Setiap negara mempunyai cita-cita. Indonesia sebagai bangsa dan sebagai negara juga mempunyai cita-cita yang tertera dalam Pembukaan UUD 1945, yakni mewujudkan perdamaian, menciptakan keadilan, pemerataan pendidikan, serta pemenuhan hak-hak dasar setiap warga negara di antaranya. Hal-hal tersebut kemudian diimplementasikan para pemimpin nasional yang memegang tampuk kekuasaan dari masa ke masa, melalui visi dan misi masing-masing.

Seabad Indonesia

Visi Indonesia Emas 2045 adalah harapan kejayaan yang bisa diraih pada tahun 2045, ketika Indonesia mencapai usia seabad. Berbagai macam program dan proyek dikreasi untuk menunjang tercapainya visi itu. Banyak hal yang telah dilakukan guna mewujudkan Indonesia sebagai bangsa yang maju.

Gerak pembangunan yang kian positif tidak terlepas dari peran besar sang pempimpin. Kebijakan-kebijakan yang terkadang tidak populer harus diakui turut andil dalam setiap prosesnya. Infrastruktur yang merupakan kebutuhan dasar dalam menunjang pertumbuhan ekonomi terus dikebut, baik itu jalan, bendungan, bandara, pelabuhan bahkan upaya pemindahan Ibu Kota Negara guna menciptakan pemerataan pembangunan yang selama ini disinyalir berpusat di Pula Jawa atau jamak disebut ‘Jawa sentris’.

Semenjak kemerdekaan, pembangunan bangsa sudah berjalan. Pada 17 Agustus tahun 2024 nanti, Bangsa dan Negara Indonesia mencapai umur 79. Jadi, sudah hampir 79 tahun negara ini membangun.

Pada masa satu dekade terakhir, upaya pembangunan infrastruktur dilaksanakan lebih masif. Hal-hal baik yang telah dilakukan pemerintah saat ini telah membuat tingkat kepuasan publik (approval rating) terhadap pemerintahan begitu tinggi. Beberapa lembaga survei bahkan berkesimpulan, tingkat kepuasan publik tersebut hingga di atas 75 persen bahkan ada yang mengatakan sampai 82 persen.

Setiap kunjungan kepresidenan ke berbagai daerah disambut dengan antusias oleh warga, terutama di daerah Indonesia Tengah dan Timur. Sambutan yang luar biasa dari masyarakat merupakan bentuk apresiasi kepada Pemerintahan Joko Widodo yang telah melaksanakan tugasnya dengan baik. Berbagai ekspresi dan ungkapan terima kasih dari rakyat tertangkap dalam dokumentasi Sekretariat Kepresidenan, pun masyarakat sendiri yang mendokumentasikannya.

Beginilah adab. Penghargaan kepada pihak yang selayaknya menerima. Kita sebagai bangsa dan sebagai pribadi tentu memiliki cara sendiri-sendiri dalam mengekspresikan sikap dan apresiasi. Sungguh melegakan ketika sebuah bangsa mampu mengapresiasi pemimpinnya.

Filosofi Jawa yang dapat mengartikulasikan adab apresiasi serupa itu adalah mikul dhuwur mendhem jero. Tafsir harafiahnya, ‘memikul tinggi mengubur dalam’. Ungkapan tersebut umumnya diperuntukkan bagi relasi anak dan orang tua yang sebenarnya dapat pula digunakan untuk menggambarkan hubungan antara pemimpin dan rakyatnya. Ibarat orang tua, para pemimpin berkewajiban untuk memuliakan rakyatnya, bukan hanya sebaliknya.

Saya pun ingin mengucapkan hal yang sama. Terima kasih kepada para pemimpin Indonesia. Semoga selalu diberi kesehatan dalam menjalani sisa hidup. Semoga cita-cita para Pendiri Bangsa bisa terwujud, sehingga keadilan dan kemakmuran bagi seluruh bangsa akan terealisasi.


Berita Terkait

Mungkin Anda Tertarik