Konferensi Pers sejumlah menteri usai Rapat Terbatas Kabinet Merah Putih membahas Koperasi Desa Merah Putih di Istana Merdeka, Senin (3 /3/2025). (Setneg)
Menunggu Laku Padu Koperasi Desa Merah Putih : Konferensi Pers sejumlah menteri usai Rapat Terbatas Kabinet Merah Putih membahas Koperasi Desa Merah Putih di Istana Merdeka, Senin (3 /3/2025). (Setneg)
Konferensi Pers sejumlah menteri usai Rapat Terbatas Kabinet Merah Putih membahas Koperasi Desa Merah Putih di Istana Merdeka, Senin (3 /3/2025). (Setneg)

Menunggu Laku Padu Koperasi Desa Merah Putih

Percepatan Kopdes tanpa kualifikasi sumber daya manusia yang memadai justru mengkhawatirkan.


Singgih Sugiharto
Pemerhati Ekonomi Desa
Alumnus Fakultas Ekonomi UMS 1996
Pengurus HIPKA Kendal

 

Pada tanggal 21 Juli 2025, secara serentak Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih di-lauching oleh Presiden Prabowo Subianto, di Klaten. Namum faktanya, dari puluhan ribu Kopdes Merah putih yang ada, hanya segelintir yang benar-benar sudah operasional layaknya koperasi sungguhan.

Sebagian dari sekian Kopdes Merah Putih yang bisa dihitung dengan jari tersebut tak lain koperasi yang bertansformasi dari usaha sebelumnya. Usaha yang berasal dari unit usaha milik desa, akuisisi usaha mikro kecil menengah (UMKM), atau unit lain yang memang sudah mapan.

Kekuatan lintas kementerian yang digadang-gadang mampu memberikan akselerasi sempurna nan cepat terhadap kebangkitan koperasi ternyata jauh dari harapan. Bukan masalah koordinasi, tetapi lebih jauh akan keberanian terhadap risiko yang bakal dihadapi. Risiko berupa apa? Tentunya benturan kepentingan dan ‘idealisme sesaat’ serta kepatuhan terhadap perintah ‘atasan’.

Selanjutnya, tepat 10 Oktober 2025, lahir momentum strategis yang mungkin tidak pernah terbayangkan oleh para pengurus Kopdes Merah putih, dengan ditandatanganinya memorandum of understanding (MoU) yang dilakukan oleh Wakil Panglima TNI Jenderal Tandyo Budi Revita dan Direktur Utama PT Agrinas Joao Angelo De Sousa di Markas Besar (Mabes) Pertahanan dan Keamanan TNI, Jakarta. Acara turut dihadiri Menteri Pertanian, Amran Sulaiman, serta Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, Yandri Susanto.

Dalam keterangannya, Menteri Koperasi Ferry Juliantono menegaskan bahwa kerja sama ini merupakan upaya percepatan pembangunan fasilitas fisik, berupa gerai, gudang, dan sarana pendukung lain untuk mendukung operasionalisasi Kopdes Merah Putih di seluruh Indonesia.

Penandatanganan MoU antara TNI dan Agrinas dijelaskan sebagai langkah nyata dari hasil Surat Keputusan Bersama (SKB) yang sebelumnya sudah disepakati. Di sisi lain, sinergi antara pemerintah, TNI, dan sektor swasta seperti Agrinas merupakan wujud nyata penerapan konsep ‘pertahanan semesta’ dengan ketahanan ekonomi dari desa.

Dengan begitu, diyakini desa akan menjadi lebih kuat, sehingga dapat mendukung pertumbuhan dan ketahanan ekonomi nasional. untuk itu, TNI dilibatkan guna memastikan gerak ekonomi Konstitusi dapat diwujudkan.

TNI berkeyakinan, penandatanganan MoU adalah upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat melalui langkah nyata. Targetnya pun luar biasa dan dalam waktu yang singkat, serta TNI akan mendukung sepenuhnya.

Meski demikian, sebagian kalangan masih bertanya-tanya, apakah situasi sudah sedemikian urgen, sehingga TNI perlu turun tangan? Terlebih, pada beberapa kesempatan, TNI membantah pelibatan diri dalam pembangunan Kopdes Merah Putih; bukan sebagai Satuan Kerja (Satker), melainkan sebatas pengawasan.

Rupaneka Tantangan

Agrinas merupakan Persero dari kelompok BUMN dengan beberapa bidang usaha, di antaranya konsultansi dan jasa konstruksi, pangan, serta pengembangan energi baru dan terbarukan. Tidak salah memang pemerintah menggandeng BUMN ini sekaligus menjawab tantangan. Bukan karena koperasi tidak dipercaya, melainkan karena pembangunan fisik membutuhkan kemampuan teknis khusus dan pengawasan intensif.

Di sisi lain, kebutuhan anggaran pembangunan tersebut kembali ke skema pembiayaan bersama Bank Himbara yang bisa mencapai Rp3 miliar per koperasi. Selain dana ini akan digunakan untuk pembangunan gerai koperasi sekaligus modal kerja, hal ini memicu kekhawatiran sebagian desa, dalam hal ini Kepala Desa.

Bagaimana jika Kopdes tidak bisa membayar ‘pinjaman’? Apakah Dana Desa yang akan datang menjadi ‘jaminan’ utang? Tentu pemerintah wajib menjelaskan secara detail pertanyaan ini. Dengan adanya Kopdes, kelak tidak malah menambah beban desa.

Sebagai ‘pemain’ baru sektor ekonomi di desa, tentunya Kopdes Merah Putih perlu memiliki kemampuan, baik perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan pengawasan secara masif. Terlebih sumber daya manusia yang saat ini menjadi pengurus bukan para profesional yang benar-benar memiliki latar belakang koperasi, namun beragam.

Tantangan terberat setelah terbangunnya fisik bangunan, yaitu bagaimana pengurus koperasi dapat menjalankan visi-misi Kopdes yang pada akhirnya menjadi ‘penggerak’ dan ‘pengerek’ perkonomian desa serta menyejahterakan rakyat dengan tidak mematikan pelaku ekonomi di desa yang sudah berjalan.

Peran aktif pengurus Kopdes dalam menambah kapasitas diri dengan berbagai literasi secara mandiri mutlak dilakukan, tanpa harus menunggu berbagai kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah atau pemangku kebijakan. Selain itu, peran serta dukungan penuh Pemerintah Desa dalam upaya berjalannya Kopdes sangat dibutuhkan.

Peran pemerintah dalam Kopdes yakni dengan memberikan bimbingan, pelatihan, dan pendampingan, termasuk dalam proses legalisasi dan pengelolaan, serta penyediaan akses permodalan.

Pemerintah juga mengawasi dan mengatur Kopdes agar sesuai dengan prinsip, menyediakan peraturan perundangan seperti Undang-Undang Koperasi, dan berperan strategis dalam program pembangunan ekonomi desa melalui penguatan kelembagaan dan peningkatan daya saing, agar Kopdes dapat tumbuh, sesuai tujuan awal, yakni kesejahteraan anggota dan masyarakat.

Editor: Arif Giyanto


Berita Terkait

Mungkin Anda Tertarik