

Memilih Capres Bernyali
/ Opini
Para pemimpin bernyali biasanya sangat menguasai masalah.
Respati Pamungkas
Direktur Institut Sosial Kerakyatan (Iskra)
Dalam berbagai acara yang digelar oleh relawan Jokowi, seperti Solidaritas Ulama Muda Indonesia, Jaringan Relawan Alap-alap Jokowi, atau pada Rapat Kerja Nasional VI Pro-Jokowi (Projo), Presiden Jokowi menyampaikan pentingnya pemimpin yang bernyali dan berani mengambil risiko.
Menurutnya, pemimpin harus berani dan memiliki nyali yang besar. Jangan sampai digertak sedikit, lalu kendur. Bahkan usai menghadiri Rakernas III PDI Perjuangan, Jokowi secara spesifik menyebut, nyali itu ia lihat ada pada diri Ganjar Pranowo.
Soal nyali pemimpin pernah juga diutarakan mantan Wakil Presiden, Jusuf Kalla, saat membuka Musyawarah Nasional Badan Kerja Perguruan Tinggi Islam Swasta (BKS PTIS) se-Indonesia di Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta.
JK berpandangan, pemimpin harus mempunyai nyali besar, berani mengambil sikap tegas, dan menanggung segala konsekuensi logis dari setiap kebijakan yang diambil. Pemimpin yang bernyali tidak akan takut dalam melaksanakan kebijakan dengan logika berpikir yang baik.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ‘nyali’ diartikan sebagai ‘keberanian’. Kurangnya nyali akan membuat seseorang menjadi lemah.
Mengutip pendapat Kiai Abdullah Syukri Zarkasyi, salah satu Pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo, sebagaimana disampaikan Ustad Hariyanto Abdul Jalal, seorang pemimpin haruslah memiliki nyali yang tinggi dan berani menganggung risiko.
Pemimpin yang bernyali menguasai masalah. Karena itu, seorang pemimpin harus selalu belajar tentang apa saja. Tentang masa lalu (sejarah), tentang masa kini (sekarang), maupun yang dibutuhkan di masa yang akan datang.
Kiai Syukri menegaskan, seorang pemimpin harus memperluas wawasan, mengembangkan visi hidupnya, serta tidak boleh merasa cukup apalagi menyombongkan diri dengan apa yang dimilikinya saat ini. Luasnya wawasan dan kemampuan menguasai masalah akan menambah kuat kepribadian serta menumbuhkan sikap bijak dalam pengambilan keputusan.
Dalam perhelatan Pemilu 2024, muncul tiga Calon Presiden, yakni Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, dan Anies Baswedan. Dari ketiga Capres tersebut, siapakah pemilik nyali besar yang dibangun dari logika berpikir yang baik?
Berikut ulasannya. Urutan ulasan sengaja dibalik berdasarkan nomor terbesar, sesuai nomor urut pasangan Capres-Cawapres, bukan berdasarkan besarnya nyali yang dimiliki.
Nomor Tiga
Penolakan Ganjar atas tim sepakbola U-20 Israel, oleh penggemarnya, dielu-elukan sebagai keberanian pemimpin bernyali. Pernyataan penolakan tersebut dilakukan secara tertulis yang menyebut harapannya agar Timnas Israel U-20 tak tampil di Piala Dunia U-20 pada 2023.
Buntut penolakan ini Indonesia gagal menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20. Penolakan Ganjar tersebut, bila disebut sebagai bernyali, apakan dibangun di atas logika berpikir yang baik?
Mari mengurai data yang lain. Dalam kehadiran para atlet Israel di Indonesia sebelumnya, tidak terjadi polemik dan penolakan. Misalnya, kejuaraan Dunia Balap Sepeda 2023 yang bertajuk UCI Track Cycling Nations Cup 2023 di Jakarta pada bulan Februari. Ketika itu, empat atlet Israel turut serta. Pada ajang kejuaraan dunia panjat tebing pada 24-26 September 2022, dua atlet panjat tebing Israel juga hadir.
Demikian pula pada kejuaraan dunia BWF Bulu Tangkis 2015 yang digelar di Istora Jakarta maupun kejuaraan dunia Esport tahun 2022 di Bali, atlet Israel ikut berpartisipasi. Belum lagi kehadiran utusan Israel dalam Kongres Inter-Parliamentary Union (IPU) di Bali 2022.
Pada peristiwa-peristiwa tersebut, Ganjar tidak bereaksi apa-apa. Artinya, kalau penggemarnya menyebut Ganjar bernyali, nyalinya belum bersenyawa dalam dirinya, atau datang dari instruksi partai, bukan dari penguasaan masalah.
Wajar bila para pengamat bola maupun pengamat hubungan internasional mengatakan, penolakan terhadap Timnas Piala Dunia U-20 Isreal merupakan isu politik. Pengamat Timur Tengah dari Universitas Bina Nusantara, Tia Mariatul Kibtiah, menyebut ponalakan tersebut sebagai isu politik. Tidak berbeda jauh, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, menilai penolakan tersebut sebagai hal yang berlebihan.
Seorang politisi Gerindra, Immanuel Ebenezer, dalam Podcast Akbar Faisal Uncensored (AFU) menyebut Ganjar sebagai orang yang tidak bernyali dan tak memiliki gagasan besar dalam membangun Indonesia ke depan.
Hal yang sama dikatakan Direktur Eksekutif Partner Politik, AB Solissa, yang menilai Ganjar tidak punya nyali. Hal ini didasarkan pada hilangnya foto Maruarar Sirait di Instagram. Ganjar mengunggah foto bersama Ara, lalu menghapus dan mengunggah fotonya sendirian.
Nomor Dua
Mereka yang mendukung Prabowo Subianto beralasan bahwasanya Probowo memiliki nyali, sebagaimana kreteria yang disebut Jokowi. Pimpinan Pro-Jokowi (Projo), Budi Arie, berpendapat, kriteria yang disebut Jokowi ada dalam diri Prabowo yang berani, punya nyali, dan memiliki komitmen untuk memajukan Indonesia.
Pengamat politik Universitas Airlangga, Kacung Marijan, juga menyatakan bahwa Probowo merupakan sosok pemimpin yang masuk kategori Jokowi, yakni berani dan bernyali. Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI), Djayadi Hanan, sependapat pula kalau Probowo memiliki kriteria yang disebut Jokowi yang pemberani, bernyali, dan berani mengambil risiko.
Sebagai mantan petinggi militer, wajar kalau para pengamat melihat Prabowo sebagai sosok yang memiliki keberanian dan bernyali besar. Apabila para pengamat saja melihatnya begitu, apa lagi para pendukung.
Prabowo memang seorang yang bernyali. Saking bernyalinya, ia tiga kali maju dalam kontestasi Pilpres. Satu kali Cawapres dan dua kali Capres. Tiga kali itu pula ia kalah. Tahun 2024 menjadi pertaruhan terakhirnya.
Dalam konteks Prabowo, rasanya sulit membedakan nyali atau ambisi. Karena ia terus mengulang hal yang sama. Nyali yang berlebihan dapat dilihat pula saat Prabowo mendeklarasikan diri sebagai pemenang, mendahului Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Saking bernyalinya, Prabowo terkadang justru tak terkontrol dan tak terukur, serta keluar dari peraturan. Semangat emosionalnya yang menggebu-gebu justru men-down grade kapasitasnya sebagai pemimpin bernyali.
Nomor Satu
Saat deklarasi Capres-Cawapres, Anies Baswedan mengatakan, pemimpin itu pemimpi plus ‘N’ (nyali). Nyali diambil untuk menjadi bekal dalam menghadapi ikhtiar perubahan.
Secara filosofi, tampaknya Anies memahami betul apa itu pemimpin, sehingga nyali telah bersenyawa dalam dirinya. Karena telah bersenyawa, Anies pun berani menghadapi segala sesuatu dengan baik. Nyali Anies bisa dilacak saat memimpin Jakarta maupun saat menjadi Capres.
Saat menjadi Gubenur DKI Jakarta, misalnya, nyali Anies bisa dilihat dari berbagai keputusan yang dibuatnya. Pertama, pencabutan izin reklamasi di Teluk Jakarta. Keputusannya bukan berdasarkan atas suka atau tidak suka, atau untung-rugi, namun atas pertimbangan objektif.
Kedua, nyali Anies tergambar saat menutup Hotel Alexis. Penutupan total Alexis disebabkan karena ditemukan adanya praktik prostitusi dan perdagangan manusia. Selain itu, tiga griya pijat yakni 02, Gives, dan NYX juga ditutup, karena menjadi tempat prostitusi. Anies menutup Sense Karaoke dan diskotik Exotic, diskotik MG Internasional Club, dan diskotik Old City, karena diduga melanggar aturan terkait peredaran narkoba.
Ketiga, Pencabutan perjanjian kerja sama (PKS) antara Perusahaan Air Minum (PAM) Jaya dan PT Aetra Air Jakarta, menjadi bukti nyali Anies telah bersenyawa dalam dirinya. Pencabutan ini melalui kajian yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Keempat, saat menaikkan upah buruh. Anies menunjukkan nyali keperpihakan pada kaum buruh, demi upah yang adil bagi buruh, walau harus menabrak regulasi. Pada tahun 2022, Anies menaikkan upah buruh sebesar 5,1 persen, yang mendapat penolakan dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), karena meminta kenaikan UMP Jakarta sebesar 0,8 persen.
Menurut Anies, walau sesuai regulasi, kenaikan 0,8 persen tidak fair dan tidak masuk akal. Argumennya, inflasi Jakarta sebesar 1,1 persen, sementara pertumbuhan ekonomi sekitar 4 persen. Pada saat pandemi Covid-19 tahun 2020, kenaikan UMP Jakarta mencapai 3,4 persen , sehingga tidak masuk akal bila UMP tahun 2022 lebih kecil pada saat perekonomian mulai pulih.
Kelima, penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) sementara bagi sebagian warga yang tinggal di Tanah Merah. Penerbitan IMB merupakan jalan bagi warga yang tinggal di Tanah Merah untuk mendapatkan hak atas layanan dasar sebagai warga negara. Walau tinggal di atas tanah yang legalitasnya masih belum usai, bukan bearti hak layanan dasar warga diabaikan. Di sini nyali Anies dalam berpihak sangatlah jelas, sebagaimana nyalinya dalam menaikkan upah buruh.
Keenam, nyali Anies terlihat pula saat penanganan Covid-19 yang selalu berbeda dengan pemerintah pusat. Misalnya, Anies menyatakan, Januari kasus Covid telah muncul di Indonesia, namun pemerintah pusat baru menyatakannya saat Maret.
Anies memerintahkan pengujian kasus Covid-19 dilakukan di laboratorium daerah. Pemerintah pusat menghendaki semua untuk ditarik ke pemerintah pusat. Anies menginginkan transparansi penyebab kematian Covid-10, Pemerintah Pusat menolaknya.
Perbedaan-perbedaan itu oleh sebagian kalangan dinilai dengan sinis, dianggap sekadar beda, atau sekadar ingin terlihat berperan, dan pandangan negatif lainnya. Namun, dalam survei yang dilakukan oleh Median soal penanganan Covid-19 di daerah, hasilnya menunjukkan bahwa Gubenur DKI Jakarta Anies Baswedan menempati urutan teratas. Publik menilai Anies paling tepat dalam mengambil kebijakan untuk mencegah penularan Covid-19.
Berpihak pada Rakyat
Selama menjadi Gubernur DKI Jakarta, Anies tidak sekadar bernyali, namun juga menunjukkan keberpihakannya pada rakyat. Banyak pemimpin bernyali namun nyalinya ditujukan untuk menggusur rakyat, bukan membelanya. Nyalinya justru diperuntukkan bagi kepentingan oligarki dan para pemilik modal.
Nyali Anies bisa dilihat dari sikapnya yang selalu terbuka menerima undangan untuk berdebat. Ia berdiskusi dengan siapa pun, apa pun, dan di mana pun, baik itu dari kalangan akademisi kampus, aktivis, praktisi, pelaku usaha, pengamat, dan sebagainya.
Demikian pula saat kampanye Pilpres 2024. Anies berani tampil berbeda dari dua Capres lain. Bukan sekadar berbeda. Anies memberikan pendidikan politik nan berarti bagi pendewasaan proses politik berbangsa dan bernegara. Format kampanye dialogis yang diberi nama ‘Desak Anies’ menunjukkan nyali Anies sebagai seorang pemimpin bernyali. Ia bertemu, menyapa, menyerap aspirasi, dan berdialog dengan siapa pun.
Seorang Capres yang tidak saja menyapa dan mendengar para pendukugnya. Pendukung Capres lainnya pun didatangi dan didengarkan Anies. Wajar bila dalam Desak Anies banyak pertanyaan yang pedas-pedas, memaki, dan berada menggugat.
Bahkan dalam saat di kampung nelayan, tepatnya Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Brondong Lamongan, Anies diteriaki para pendukung Prabowo, dengan teriakan, “Prabowo Presiden!” Tenyata, tak ada raut muka kecewa atau masam. Semua dihadapi dengan senyum. Anies tetap melanjutkan dialog untuk menawarkan perubahan.
Kesimpulannya, dari ketiga Capres, Anda tentu bisa membedakan; siapa yang memiliki nyali dan keberanian, siapa yang tidak memiliki nyali, dan siapa yang nyalinya tidak logis penuh emosi.