

Kongres tanpa Oligarki
/ Opini
Kongres HMI ke-32 menjadi momentum penting lahirnya kepemimpinan internal yang bersih dari tangan-tangan oligarki.
Fierdha Abdullah Ali
Ketua Umum HMI Cabang Sukoharjo
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sebagai organisasi kemahasiswaan yang concern pada kaderisasi kepemimpinan telah menjadi bagian integral dinamika perjalanan kebangsaan. Cita-cita besar pembangunan terus berlanjut dan sampailah kita pada gagasan Indonesia Emas 2045. Sebuah momentum strategis, ketika Republik berusia seabad.
Sejak kelahirannya pada 5 Februari 1947, HMI memiliki peran penting dalam meningkatkan derajat umat Islam dan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Tinta sejarah mencatat rupaneka kontribusi HMI, mulai dari perjuangan fisik melawan agresi para penjajah, hingga konfrontasi intelektual. Bahkan hingga hari ini.
Kongres HMI ke-32 tengah berlangsung. Kongres sebagai arena pengambilan keputusan tertinggi menandai momentum krusial dalam perjalanan organisasi mahasiswa Islam pertama di Indonesia ini. Sebuah arena pertarungan pemikiran HMI yang kini telah tersebar di lebih dari 200 cabang seluruh negeri dan luar negeri.
Namun, hal yang perlu diperhatikan bahwa kontestasi Kongres, meskipun dapat menjadi agenda politik, seharusnya tetap mempertahankan substansi nilai-nilai yang diperjuangan, berupa ajang adu ide dan gagasan atas nama HMI, umat, bangsa, serta keislaman dan keindonesiaan. Bukan sekadar perkawinan kepentingan.
Dalam perkembangan terkini, penting untuk menghindari manifestasi kontestasi Kongres yang terpengaruh oleh kepentingan gelap, sehingga dapat mengancam kekuatan gagasan yang seharusnya dibangun.
Penting untuk membahas isu oligarki dalam konteks kontestasi Kongres HMI pasca-Reformasi. Proses demokrasi internal HMI menjadi potensi pintu masuk bagi oligarki yang dapat beroperasi secara terselubung dalam menentukan kebijakan dan keputusan. Intervensi pihak luar, khususnya dari elite birokrasi dan alumni, bisa membayangi kandidat atau kandidat ketua umum.
Oligarki membayangi kontrol terhadap sumber daya material dan non-material yang menimbulkan ketidakadilan dalam distribusi kekuasaan politik. Jeffrey A. Winters membedakan dua dimensi penyelesaian yang bisa dipraktikkan, yakni pemberantasan tangan oligarki dalam forum tertinggi dengan komitmen organisatoris, serta sterilisasi sistem politik di tubuh HMI yang perlu dipertimbangkan untuk mengurangi pengaruh kekuasaan material.
Mengkaji Kandidat Ketua Umum
Dalam menghadapi Kongres ke-32, para kader dan peserta utusan HMI perlu mengkaji dengan cermat calon-calon ketua umum, memastikan bahwa proses demokrasi internal tidak menjadi sarana dan wahana bagi oligarki. Kesadaran baru harus ditanamkan pada tingkat internal HMI, terutama selama momentum Kongres, agar organisasi terus merevitalisasi diri sebagai bagian integral dari perjalanan bangsa yang beranjak dewasa.
Evaluasi bersama perlu dilakukan terkait strategi kekuasaan pusat HMI, nalar intelektual yang responsif terhadap perkembangan zaman, dan pengelolaan persoalan internal yang efisien dan taktis. Dengan begitu, diharapkan HMI tidak terjebak dalam pusaran oligarki yang sarat kepentingan dan masalah yang tidak kunjung ada penyelesaian.
HMI sebagai anak kandung revolusi Indonesia perlu diperbaiki bersama untuk terus menjaga eksistensinya sebagai bagian penting dinamika kebangsaan menuju Indonesia Emas 2045.