Saat hadir dalam Kuliah Tamu UNS Surakarta, Kamis (22/2/2024), Asisten Deputi Kerja Sama Ekonomi Multilateral Kemenko Perekonomian, Ferry Ardiyanto, mengajak perguruan tinggi untuk dapat berkontribusi dalam proses aksesi Indonesia menjadi anggota OECD. (Humas Kemenko Perekonomian)
Keanggotaan OECD, Seberapa Perlukah? : Saat hadir dalam Kuliah Tamu UNS Surakarta, Kamis (22/2/2024), Asisten Deputi Kerja Sama Ekonomi Multilateral Kemenko Perekonomian, Ferry Ardiyanto, mengajak perguruan tinggi untuk dapat berkontribusi dalam proses aksesi Indonesia menjadi anggota OECD. (Humas Kemenko Perekonomian)
Saat hadir dalam Kuliah Tamu UNS Surakarta, Kamis (22/2/2024), Asisten Deputi Kerja Sama Ekonomi Multilateral Kemenko Perekonomian, Ferry Ardiyanto, mengajak perguruan tinggi untuk dapat berkontribusi dalam proses aksesi Indonesia menjadi anggota OECD. (Humas Kemenko Perekonomian)

Keanggotaan OECD, Seberapa Perlukah?

Momentum Indonesia Emas 2045 menjadi faktor pendorong penting upaya keanggotaan OECD.


M. Syaid Akbar
Alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta


Beberapa bulan terakhir, Pemerintah Indonesia intens memaksimalkan proses aksesi keanggotaan Organization for Economic Cooperation and Development (OECD). Dengan menjadi anggota, harapannya, akses ke pasar negara-negara OECD seperti Amerika Serikat, Inggris, Jepang, dan lainnya, menjadi lebih terbuka. Selain itu, mendorong masuknya investasi.

Mari berbincang lebih dalam tentang seberapa perlu Indonesia mengupayakan diri termasuk dalam jajaran negara-negara OECD. Apakah benar-benar berpengaruh pada rakyat banyak? Atau sebatas orientasi jangka pendek, karena tak lama lagi, Indonesia akan mencapai usia seabad, atau jamak disebut ‘Indonesia Emas 2045’?

Pembangunan menjadi sebuah keharusan bagi perkembangan peradaban sebuah negara-bangsa. Salah satu indikator pembangunan dalam teori ekonomi modern, yakni pertumbuhan (growth). Berbagai macam upaya pun ditempuh untuk meningkatkan pertumbuhan, baik itu negara miskin, negara sedang berkembang, atau negara maju.

Indonesia sebagai negara berkembang berhadapan dengan kendala utama pencapaian target pertumbuhan, berupa terbatasnya pembiayaan. Pada sisi lain, prinsip berdikari atau berdiri pada kaki sendiri sebenarnya merupakan hal baik. Praktik berdikari berarti tidak tergantung pada negara lain. Namun, pilihan kebijakan ini memerlukan waktu yang lebih panjang.

Pembiayaan negara bisa bersumber dari dalam negeri, berupa pajak, sementara dari luar negeri, berupa investasi asing. Investasi adalah salah satu sumber pembiayaan pembangunan yang bisa berkonsep bisnis. Dengan konsep bisnis, kedua belah pihak, baik investor maupun negara dapat memperoleh keuntungan. Negara mendapatkan atau memiliki aset, dan investor mendapatkan profit.

Kekayaan sumber daya alam berpotensi menarik minat investor, sehingga biasanya dijadikan posisi tawar (bargaining position) dalam hubungan internasional, baik bilateral, regional, maupun multilateral.

Dalam tataran bilateral, Indonesia telah bermitra dengan banyak negara atau pun pihak swasta asing. Pada sektor regional atau kawasan, Indonesia tampaknya semakin kokoh di bidang ekonomi dan diakui sebagai negara kuat untuk kawasan Asia, khususnya Asia Tenggara.

Keberhasilan kepemimpinan Indonesia dalam forum G20 dan ASEAN, atau saat didapuk menjadi tuan rumah World Water Forum 2024, juga berbagai event internasional, menunjukkan performa meyakinkan.

Indonesia Emas 2045

Indonesia semakin percaya diri menggapai target Indonesia Emas 2045. Agenda 100 tahun kemerdekaan bangsa yang dijadikan tolak ukur progress peradaban sebuah bangsa dari nol, yakni awal kemerdekaan tahun 1945, hingga menjadi negara maju itu sungguh tak lama lagi.

Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur diproyeksikan sebagai faktor pendorong peningkatan pertumbuhan nasional, khususnya Indonesia bagian tengah dan timur. Berbagai proyek strategis nasional yang telah rampung juga memberikan dampak positif bagi pertumbuhan nasional di sela situasi ekonomi global yang tidak menentu akibat berbagai krisis yang melanda, mulai dari pandemi Covid-19, hingga berbagai ketegangan bahkan peperangan di sebagian kawasan Eropa dan Asia.

Mengutip Chatib Basri dalam Malaka Project YouTube Channel, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,1 persen pada kuartal pertama tahun 2024. Capaian tersebut sedikit di atas Singapura yang tumbuh 2,7 persen. Sementara Bank Dunia pada Juli 2023 kembali memasukkan Indonesia dalam growth upper middle income country. Sebelumnya, karena dampak pandemi Covid-19, Indonesia pernah turun ke level growth lower income country.

Untuk diketahui, Bank Dunia membuat klasifikasi negara berdasarkan Pendapatan Nasional Bruto per kapita dalam empat kategori, yakni low income (US$1.035), lower middle income (US$1.036 hingga US$4.045), upper middle income (US$4.046 hingga US$12.535), serta high income (di atas US$12.535).

Situasi ekonomi yang lumayan stabil memberi kepercayaan diri yang lebih bagi Indonesia untuk bisa mengukuhkan performa positifnya di level internasional, sehingga dengan pertimbangan-pertimbangan yang diasumsikan bakal menguntungkan, pemerintah pun berupaya untuk mengikutkan diri dalam keanggotaan OECD.

Ada Israel di OECD

Namun, apakah ini langkah yang tepat? Perlu diingat bahwa OECD adalah organisasi internasional yang bisa beranggotakan negara mana saja, asalkan memenuhi kriteria-kriteria yang telah diatur. Artinya, sangat mungkin, Indonesia lantas bersanding keanggotaan dengan negara yang secara diplomatik tidak terhubung.

Salah satu negara anggota OECD adalah Israel. Seperti diketahui, hingga sekarang, Indonesia tidak menjalin hubungan diplomatik dengan Israel, sebelum Palestina mencapai kemerdekaannya. Genosida Israel atas Palestina menjadi isu sensitif bagi rakyat Indonesia. Dukungan kepada Palestina bisa menjadi persoalan tersendiri apabila kemudian Indonesia berada dalam satu keanggotaan OECD.

Baru saja berlalu, upaya Indonesia untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 terpaksa kandas karena munculnya isu, kehadiran tim nasional Israel. Betapa semua hal berbau Israel sangatlah sensitif bagi rakyat Indonesia.

Sekian lama, kemajuan peradaban dunia saat ini memang banyak bertolok ukur Dunia Barat. Namun, apakah kita harus terus mengekor pada setiap langkah yang diambil?

Mari kembali membuka lembaran sejarah Nusantara. Dahulu, mengiringi Dunia Timur yang pernah berada pada titik tertinggi peradaban dunia, yakni pada masa dinasti-dinasti awal Tiongkok, serta Kekaisaran Mongol dan Persia, di Nusantara, ada Sriwijaya dan Majapahit.

Situs Gunung Padang, Candi Borobudur, dan banyak lagi peninggalan para leluhur menjadi bukti adiluhungnya Nusantara pada level tertinggi sebuah peradaban. Bahkan bila Anda berkunjung ke Sangiran, Sragen, Jawa Tengah, artefak tentang kebudayaan purba sekitar 1,5 juta tahun yang lalu dapat menjadi petunjuk penting.

Mari sedikit melihat ke belakang kemudian menyadari dan belajar dari para pendahulu Nusantara. Semoga Indonesia segera mencapai kejayaan, baik material maupun spiritual, dengan mengakar pada pribadi luhur para leluhur.


Berita Terkait

Mungkin Anda Tertarik