

Bila Pilpres Dimenangkan dengan ‘Relationship Marketing’
/ Opini
Dalam perspektif relationship marketing, kepercayaan dan komitmen Capres-Cawapres adalah harga mati kemenangan.
Anton A. Setyawan
Guru Besar Ilmu Manajemen UMS
Pemilihan Presiden Republik Indonesia tahun 2024 telah memasuki babak utama, tahapan kampanye. Pilpres kali ini menarik, karena dua pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka serta Ganjar Pranowo-Mahfud MD berebut klaim ‘penerus Presiden Joko Widodo’. Dua pasangan tersebut bahkan menyatakan komitmennya untuk meneruskan program dan kebijakan pembangunan ibu kota negara (IKN), juga hilirisasi.
Tak ubahnya dunia bisnis, pemenangan Pilpres sejak lama menggunakan strategi marketing atau ilmu pemasaran. Hal ini ditandai dengan penggunaan hasil survei untuk memetakan elektabilitas Capres-Cawapres di mata calon pemilih.
Aktivitas komunikasi pemasaran Capres-Cawapres pada masa kini menggunakan berbagai media, terutama media sosial, baik Instagram, TikTok, maupun Facebook serta YouTube. Para kandidat menyampaikan pesan kepada calon pemilih dengan berbagai media itu.
Mereka bahkan mengoptimalkan penggunaan TikTok dengan pertimbangan 60 persen pemilih Capres-Cawapres nanti adalah kelompok Generasi Z (Gen Z) yang aktif menggunakan medsos ini. Artinya, tim sukses (timses) Capres-Cawapres juga menggunakan analisis segmentasi untuk memfokuskan target komunikasi pemasaran mereka.
Dalam teori pemasaran konvensional, bauran pemasaran (marketing mix) terdiri dari produk, distribusi, harga, dan promosi (Kotler, 2003). Konsep tersebut dianggap sebagai kunci keberhasilan pemasaran.
Zaman terus berubah dan kini, ada perkembangan baru dalam teori dan praktik pemasaran, yakni konsep relationship marketing. Dalam konsep ini, sebuah proses pemasaran diartikan sebagai upaya menjalin hubungan jangka panjang dengan pihak lain, berdasarkan prinsip kepercayaan, komitmen, dan kepuasan jangka panjang (Gronroos, 1994). Konsep relationship marketing menarik digunakan sebagai rerangka analisis dalam proses Pilpres 2024.
Janji, Kepercayaan, dan Komitmen
Mari memulainya dengan penjelasan Gronroos (1994) atas relationship marketing, yakni pemasaran untuk menjalin, membina, serta menjaga hubungan dengan konsumen dan mitra perusahaan, sebagai sebuah hubungan yang saling menguntungkan, sehingga kepentingan masing-masing pihak tetap terjaga.
Beberapa elemen dasar dari relationship marketing adalah janji dan kepercayaan. Pertama, konsep janji. Perusahaan yang mampu memenuhi janjinya sama dengan mencapai kepuasan konsumen, pembelian kembali dari konsumen, dan keuntungan finansial dalam jangka panjang.
Kedua, kepercayaan. Kepercayaan didefinisikan Moorman sebagai kesediaan untuk menggantungkan diri pada mitra yang bisa dipercaya. Definisi ini mempunyai arti bahwa harus ada keyakinan bahwa mitra bisa dipercaya sebagai hasil dari keahlian, konsistensi, dan niat dari mitra.
Kedua definisi ini melihat bahwa kepercayaan sebagai sebuah perilaku niat atau perilaku yang merefleksikan kondisi menggantungkan diri pada mitra serta melibatkan ketidakpastian dan kerentanan dari pihak yang dipercaya.
Dalam konteks Pilpres, para kandidat sudah pasti mengumbar janji pada para calon pemilih. Dalam Debat Capres tanggal 12 Desember 2023 lalu, maupun debat Cawapres tanggal 22 Desember 2023 nanti, para kandidat akan bersemangat menyampaikan janji-janji mereka. Janji-janji itu tentu terkait dengan isu strategis di Indonesia, misalnya perbaikan iklim demokrasi, pengawalan penegakan hukum, peningkatan pertumbuhan ekonomi, dan lain sebagainya.
Dalam konsep relationship marketing, janji merupakan sebuah hal yang diharapkan konsumen, dalam hal ini rakyat, untuk ditepati. Apa yang sebenarnya menjadi target para Capres-Cawapres adalah kepercayaan dari rakyat. Ketika konsumen percaya dengan mereka maka harapan untuk dipilih pun semakin kuat. Kepercayaan muncul sebagai akibat pengalaman masa lalu, juga kompetensi dan perilaku sosial (Rayruen dan Miller, 2007).
Pada saat muncul kepercayaan dari rakyat, kemudian lahir komitmen dari rakyat maupun Capres-Cawapres. Komitmen yang diharapkan untuk terjadi adalah komitmen afektif. Menurut Fullerton (2005), komitmen afektif berakar dari nilai yang bersama-sama dipahami sebagai identifikasi dan kasih sayang.
Dua hal yang penting dalam memenangi Pilpres dalam konteks relationship marketing, yaitu kepercayaan dan komitmen. Pertanyaannya, apa yang menyebabkan para pemimpin kembali terpilih? Jawabannya, kepuasan dan loyalitas. Dua hal ini menjamin mereka untuk terpilih kembali pada masa jabatan selanjutnya. Jadi, kepuasan rakyat adalah tujuan politikus dalam hubungan relasional politik.
Kepuasan konsumen merupakan respons afektif terhadap sebuah situasi pembelian (Babin dan Griffin, 1998; Bagozzi et. al., 1999, seperti dikutip Bennet et. al., 2005). Studi yang dilakukan Gustafsson et. al. (2005) menunjukkan peran kepuasan dalam mempengaruhi pembelian kembali.
Artinya, rakyat yang puas terhadap kepemimpinan seseorang akan memilihnya kembali nanti. Dalam konteks Pilpres 2024, ada dua pasang kandidat yang mengklaim sebagai penerus pemerintahan saat ini, karena mereka menargetkan calon pemilih yang puas dan loyal terhadap Jokowi.
Problem Ketimpangan dan Penegakan Hukum
Rakyat Indonesia yang heterogen memiliki tingkat pendidikan bervariasi. Kondisi geografis dan demografi di Indonesia saat ini menunjukkan ketimpangan yang belum berhasil diselesaikan oleh pemerintah Jokowi.
Pemerintah berusaha mengatasi ketimpangan dengan membangun infrastruktur untuk membangun wilayah-wilayah tertinggal. Masalah ketimpangan menjadi salah satu harapan rakyat untuk segera diselesaikan. Penegakan hukum yang adil juga menjadi isu penting yang menjadi harapan rakyat. Beberapa kasus korupsi besar ternyata berakhir dengan vonis hukuman yang mencederai rasa keadilan.
Rerangka relationship marketing dalam Pilpres bukan dimaksudkan untuk menyusun strategi pemasaran yang membodohi rakyat, melainkan berguna bagi pemilih untuk menilai, apakah Calon Presiden dan Wakil Presiden yang ada telah sesuai dengan harapan mereka, juga apakah para kandidat tersebut bisa dipercaya.
Kita berharap proses Pemilihan Presiden dapat berlangsung tertib dan demokratis. Presiden dan Wakil Presiden terpilih yang sudah memberikan janji-janji selama kampanye harus berkomitmen mewujudkan janji-janji tersebut, demi kesejahteraan rakyat.