Penulis bersama siswa-siswi SDN Sambiyan, Kaliori, Rembang. (Dok Pribadi)
Anak Hebat Bermula dari Kebiasaan Hebat : Penulis bersama siswa-siswi SDN Sambiyan, Kaliori, Rembang. (Dok Pribadi)
Penulis bersama siswa-siswi SDN Sambiyan, Kaliori, Rembang. (Dok Pribadi)

Anak Hebat Bermula dari Kebiasaan Hebat

Tujuh kebiasaan anak didik yang harus diperjuangkan orang tua, guru, dan masyarakat, demi lahirnya Generasi Emas untuk Indonesia Emas 2045.


Anisa Aji Ardiyanti
Alumnus Pendidikan Matematika FKIP UMS 2004. Guru SDN Sambiyan, Kaliori, Rembang.


Meniti jalan panjang sebagai pelajar sedari SD, SMP, hingga SMA membuat saya terkesima dengan profesi guru. Karena alasan itulah, saya lantas memilih Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta pada tahun 2004. Mengapa matematika? Sebab, saya menyukai kegiatan berhitung berikut angka-angka yang misterius itu.

Tak cukup dengan gelar Sarjana Pendidikan dari UMS, saya pun menempuh Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) di Universitas Terbuka. Ditambah lulus sebagai Guru Penggerak Angkatan X, akhirnya saya memantapkan diri untuk menekuni profesi guru yang telah lama saya idamkan.

Pendidikan di Indonesia selalu dinamis dan berkembang. Kita dapat melihatnya pada Kurikulum 98, Kurikulum KTSP, Kurikulum 2013, Kurikulum Merdeka, hingga saat ini, penyempurnaan kurikulum yang dirilis Januari 2025.

Ada hal yang menarik dari penyempurnaan kurikulum, yaitu penerapan tujuh kebiasaan baru sebagai penyempurna Kurikulum Merdeka bertajuk ‘Tujuh Kebiasaan Anak Indonesia Hebat’. Penerapan tujuh kebiasaan baru menekankan pendidikan karakter sebagai isu strategis yang tak henti-hentinya, terlebih di tengah perkembangan zaman yang kian kompleks.

Apa saja tujuh kebiasaan itu? Bangun pagi, beribadah, berolahraga, gemar belajar, makan sehat dan bergizi, bermasyarakat, dan tidur cepat.

Pertama, bangun pagi. Kebiasaan ini bukan sekadar rutinitas akan tetapi cerminan kedisiplinan positif yang ditanamkan sejak lahir. Jika anak Indonesia mampu bangun pagi maka akan menjadi awal positif di hari tersebut. Lama kalamaan habit ini dapat menjadi budaya yang bagus, karena bangun pagi menyebabkan badan segar dan bugar.

Bangun pagi juga mengajarkan anak untuk menghargai waktu yang merupakan modal utama dalam meraih kesuksesan. Lebih bagus lagi bila saat bangun pagi anak langsung merapikan tempat tidurnya sendiri tanpa disuruh. Ada pepatah ‘perubahan dunia diawali dengan merapikan tempat tidur’.

Seseorang yang mampu merapikan sendiri tempat tidurnya maka ia menghargai setiap kegiatannya. Mustahil seseorang dapat mengubah dunia bila merapikan tempat tidurnya saja tidak dilaksanakan. Anak Indonesia wajib bangun pagi setiap hari agar sukses hidup pun bisa diraih sejak dini.

Kedua, beribadah. Nilai spiritual, yaitu ibadah, menjadi fondasi moral anak. Karena, sejatinya moral dan adab lebih tinggi dibandingkan ilmu dan amal. Moral dan adab dibutuhkan setiap anak Indonesia dalam meraih cita-cita. Jangan sampai kita sebagai pendidik bangsa lupa mengajarkan nilai moral dan etika kepada anak didik kita.

Melalui kebiasaan beribadah, anak-anak diajarkan untuk bersyukur atas apa yang telah diraih, sehingga pemahaman nilai-nilai universal dapat turut serta diajarkan. Mengandalkan Tuhan Sang Pencipta dalam setiap gerak dan langkah merupakan keyakinan positif agar anak didik selalu menerima apa yang diberikan-Nya. Bersyukur itu dilatih dari kecil, tidak semata teori.

Ketiga, berolahraga. Anak didik memerlukan aktivitas fisik gerak badan. Ada kecenderungan dan banyak penelitian bahwa anak-anak sekaran ‘mager’ alias ‘males gerak’. Apa jadinya jika anak Indonesia bermalas-malasan, apalagi malas gerak? Kebiasaan mager berpengaruh negatif terhadap kesehatan fisik anak-anak kita. Dengan begitu, penyakit mudah masuk ke dalam tubuh anak.

Catatan kesehatan menyebutkan bahwa banyak anak-anak yang mengalami obesitas serta berbagai macam gangguan kesehatan, karena kurangnya berolahraga. Untuk itu, kita harus membudayakan gemar berolahraga pagi, terutama agar tubuh sehat dan anak-anak kita akan lebih produktif dalam menjalani hari-harinya.

Keempat, gemar belajar. Kebiasaan membaca dan belajar sejak dini menjadi kunci utama pembuka cakrawala ilmu pengetahuan. Membaca tidak hanya mewakili kecerdasan intelektual, tetapi juga meningkatkan daya kritis anak.

Kita tahu bahwa saat ini teknologi berkembang sangat cepat. Gawai menjadi candu bagi anak manakala ia tidak bisa menggunakannya dengan baik dan benar. Sebenarnya tidaklah salah anak-anak menggunakan gawai dalam pembelajaran. Berjejaring menggunakan gawai sangatlah bagus, sebab siswa menjadi tidak gagap teknologi (gaptek).  Meski demikian, diperlukan batasan-batasan khusus dan pengawasan yang optimal agar tidak kebablasan ke ranah negatif.

Kini muncul fenomena anak susah diatur saat memegang gawai. Dahulu, musuh utama siswa saat belajar adalah menonton televisi. Sekarang, gawai menjadi semacam benalu bersifat parasit jika tidak dikendalikan dengan baik. Untuk itu, membaca dan sering berliterasi dapat membuat anak mampu mengendalikan diri untuk tidak bermain gawai dan mampu mengambil sikap positif manakala tidak memegangnya.

Kelima, makan sehat dan bergizi. Pola makan sehat berdampak pada tumbuh kembang anak yang optimal. Anak yang terbiasa dan sering mengkonsumsi makanan bergizi akan memiliki energi dan daya tubuh yang baik. Program makan siang bergizi untuk anak dan ibu hamil memang sangat diperlukan. Tak jarang anak didik lupa sarapan pagi sebelum masuk sekolah.

Dengan segala alasan dan hambatan, program makanan bergizi untuk siswa dan ibu hamil sangatlah bagus. Kandungan gizi pada anak akan bagus dalam pertumbuhan badan dan otak. Dengan begitu, stunting bisa dicegah, karena sangat dipengaruhi oleh pola makan yang bergizi atau tidak.

Makanan bergizi tidak harus banyak secara kuantitas. Namun, makanan yang cukup dan bergizi akan mampu menambah imunitas dan daya ingat, serta menutrisi otak para peserta didik. Apabila gizi tercukupi maka pemahaman siswa pun dapat cepat dan optimal.

Keenam, bermasyarakat. Artinya, mengajarkan anak didik untuk peduli terhadap orang lain, bekerja sama, dan menghargai perbedaan. Bermasyarakat menjadi modal sosial ketika kelak hidup di lingkup masyarakat secara nyata.

Banyak kita jumpai seseoran dengan pendidikan formal yang  tinggi namun kurang berperan di masyarakat. Ia malah cenderung tertutup dan eksklusif terhadap masyarakat. Sementara sebagian orang dari kalangan kurang berpendidikan justru cenderung banyak bergaul, banyak teman, serta banyak relasi dan jaringan, lalu berbuah kesuksesan.

Untuk itu, berpendidikan tinggi akan lebih bermakna ketika aktif pula dalam kehidupan bermasyarakat. Karena sejatinya manusia hidup untuk bermasyarakat. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan dan uluran tangan orang lain.

Bermasyarakat juga sebentuk pengamalan warisan budaya baik dari leluhur kita orang Indonesia untuk bergotong-royong dengan anggota masyarakat lain. Selain itu, saling menghargai dan menghormati merupakan cerminan Pancasila sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab.

Ketujuh, tidur cepat. Tidur cepat atau tidur yang cukup memastikan anak untuk mendapatkan istirahat yang cukup. Istirahat berkualitas akan berpengaruh langsung pada kesehatan fisik dan mental anak. Sewaktu anak-anak didik beristirahat maka seluruh aktivitas akan terhenti, kecuali pembentukan sel baru, kulit baru, dan lainnya. Proses pemulihan kesehatan juga menjadi lebih cepat. Badan akan terasa nyaman dan rileks jika anak didik kita tidur cepat.

Sebaliknya, jika anak tidak tidur cepat atau dalam istilah lain suka begadang maka pemulihan sel-sel yang rusak menjadi lebih lama. Akibatnya, badan terasa tidak nyaman. Ketika belajar di sekolah terasa mengantuk, lemah, letih, dan lesu. Bagaimana siswa dapat menerima pelajaran dengan baik jika kondisi badannya tidak fit? Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) pun dapat terganggu. Daya serap ilmu ke anak akan berkurang.

Peran Orang Tua dan Lingkungan

Sukses-tidaknya pembiasaan anak hebat tersebut sangat ditentukan oleh peran semua pihak, terutama orang tua dan lingkungan. Orang tua tidak hanya pasrah kepada sekolah dan menyerahkan sepenuhnya kemajuan pendidikan anaknya. Begitu juga lingkungan di mana anak-anak tinggal. Terlebih, kenyataannya, waktu anak-anak di rumah dan masyarakat lebih lama dibandingkan waktu belajar di sekolah.

Masyarakat harus mampu membuat keadaan lingkungan di sekitar rumah menjadi nyaman, aman, dan terkendali. Jangan biarkan anak-anak begadang dan main terlalu malam. Mari membiasakan diri untuk saling mengingatkan bahwa anak usia sekolah harus sudah beristirahat pada pukul 21.00.

Orang tua di rumah menjadi teladan pertama dalam membentuk kebiasaan positif, sedangkan guru di sekolah menjadi pendukung utama. Guru dapat memotivasi anak untuk bangun pagi dan beribadah sebelum memulai aktivitas belajar. Orang tua diharapkan mampu menciptakan suasana mendidik yang menyenangkan, sehingga anak merasa dihargai dan termotivasi untuk terus mengembangkan diri. Betapa penting pendidikan berbasis rumah.

Selanjutnya, pendidikan karakter tidak boleh menjadi beban, tetapi harus menjadi pengalaman menyenangkan. Pendekatan yang menakutkan atau otoriter hanya akan menjauhkan anak-anak dari nilai-nilai yang hendak ditanamkan. Misalnya, kebiasaan gemar belajar dapat dimulai dengan menyediakan bahan bacaan yang menarik sesuai usia anak, atau mengajarkan nilai bermasyarakat melalui permainan kelompok. Dengan demikian, kebiasaan positif tidak hanya ditanamkan, tetapi juga dipraktikkan dengan penuh antusiasme.

Visi besar program ini adalah menciptakan generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki karakter yang kuat dan jiwa sosial yang tinggi. Kebiasaan baik yang dibangun sejak dini akan tumbuh menjadi karakter yang kokoh. Pada akhirnya, semua itu dapat mendorong kemajuan peradaban bangsa. Langkah konkret tersebut menjadi jawaban atas tantangan modernisasi yang sering kali menjauhkan anak-anak dari nilai-nilai luhur.

Program Tujuh Kebiasaan Anak Indonesia Hebat menunjukkan bahwa pendidikan karakter bukanlah teori abstrak, melainkan tindakan nyata yang dapat membentuk masa depan bangsa. Dengan dukungan semua pihak, mulai dari pemerintah, sekolah, hingga keluarga, kebiasaan positif ini akan menjadi identitas baru anak-anak Indonesia. Tidak hanya hebat dalam prestasi, mereka juga menjadi pribadi yang tangguh, berakhlak mulia, dan berkontribusi nyata bagi masyarakat.

Sekarang saatnya Indonesia melangkah menuju ‘Indonesia Emas’ dengan ‘Generasi Emas’ yang siap membawa perubahan positif di tingkat nasional maupun global. Program ini bukan sekadar harapan, tetapi langkah nyata menuju bangsa yang beradab dan bermartabat.

Generasi Z yang sangat getol akan perkembangan teknologi harus benar-benar dibekali dengan moral dan etika yang baik. Adat ketimuran seperti moral dan sikap yang baik telah menjadi identitas bangsa Indonesia. Karena itulah bangsa lain semakin kagum dan melihat Indonesia sebagai bangsa yang bermartabat.

Editor: Herlina


Berita Terkait

Mungkin Anda Tertarik