

Terus Mengaji Ala Ari Anshori
/ Inspirasi
Tradisi intelektualisme Muhammadiyah terawat dengan baik, salah satunya melalui diskusi dan kajian intens.
KARANGJATI, Kasihan | Rabu sore (19/2/2025), hujan turun tak terlalu lebat. Suasana hangat begitu terasa di kediaman Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Daerah Istimewa Yogyakarta, Ikhwan Ahada. Ketika itu, digelar kajian sumber daya manusia oleh mantan fungsionaris Majelis Pembinaan Kader dan Sumber Daya Insani Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Dewan Pengawas Syariah Majelis Pendayagunaan Wakaf Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Ari Anshori, hadir sebagai pembicara. Ketua Majelis Pendidikan Kader (MPK) Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2015-2020 itu menuturkan bahwa kajian kali ini telah sampai pada sesi tiga dengan tuan rumah yang berbeda setiap sesinya.
“Tradisi intelektual Muhammadiyah terawat dengan baik, salah satunya melalui diskusi dan kajian intens. Banyak contohnya. Meski kajian hanya dihadiri sedikit orang, asalkan rutin, akan berpengaruh positif,” ujar mantan Dekan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta tersebut.
Pak Ari, demikian ia biasa disapa, memaparkan tema Islam sebagai agama paripurna yang mengajarkan umatnya untuk menjalankan kehidupan di muka bumi. Agama Islam menjadikan Al-Quran dan As-Sunnah sebagai panduan bagi umat Muslim.
“Al-Quran adalah kitab suci yang menjadi pedoman utama dalam menjalani kehidupan. Al-Quran merupakan wahyu yang sempurna. Sementara, fungsi As-Sunnah adalah menjelaskan ayat-ayat Al-Quran yang bersifat global,” terangnya.
Al-Quran, sambungnya, adalah pedoman hidup yang sempurna. As-Sunnah adalah penjelas dari Al-Quran dan memberikan contoh aplikatif. Akal sehat adalah alat berpikir untuk memahami wahyu dengan benar.
“Ketiganya harus digunakan secara bersamaan untuk mencapai pemahaman Islam yang komprehensif,” ucap laki-laki kelahiran Karangturi, Lasem, Rembang, ini.
Kelindan Ayat-Ayat Al-Quran
Dalam kajian, Ari mengemukakan bahwa secara isi, pesan, dan esensi, hamparan ayat-ayat yang terkandung di dalam Al-Quran saling berjalin-berkelindan. Al-Fatihah ayat 5 dan Al-Baqarah ayat 2, misalnya.
“Kalau Al-Fatihah itu mengarah pada permohonan petunjuk jalan yang lurus. Nah, surat ini memiliki keterkaitan dengan Al-Baqarahnya bahwa petunjuk yang lurus itu berupa Kitab (Al-Quran) yang tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa,” tuturnya.
Selanjutnya, Al-Maidah ayat 110 yang bertalian dengan Maryam ayat 29-30. Surah Maryam ayat 16-33 menjelaskan kisah Maryam binti Imran dan kelahiran Nabi Isa AS, sedangkan dalam Surah Al-Maidah ayat 110 mengingatkan kembali nikmat yang Allah berikan kepada Maryam, sekaligus mukjizat Nabi Isa AS.
Ada pula korelasi antara Surah Taha ayat 2-6 dengan Yasin ayat 2-7, yakni sama-sama menguraikan substansi hal ihwal Al-Quran. Selain itu, Al-Hijr ayat 87 dan Ar-Ra’d ayat 31 yang sama-sama mengingatkan seputar Al-Quran.
“Kita bisa melihat bahwa ayat-ayat Al-Quran saling berkaitan. Dalilnya sangat banyak ditemukan. Ada di Al-Isra ayat 9 dan 88, serta Al-Qamar ayat 31,” kata Pak Ari.
Ia menandaskan, kontemplasi untuk mendalami esensi lebih membumi kandungan Al-Quran menggunakan akal, sebagaimana telah diberikan oleh Allah SWT maka niscaya menghadirkan pencerahan.
Apabila hal tersebut dilakukan akan ditemukan kekayaan khazanah yang lebih luas spektrumnya terhadap Al-Quran. Contohnya, disebutkan, Al-Quran sejak awal membahas teori Big-Bang dalam Surah Al-Anbiya ayat 30. Ayat ini sesuai Teori Big Bang yang mengatakan bahwa dahulu, alam semesta adalah sebuah kesatuan, sebelum berkembang.
Merujuk Surah An-Naba ayat 6-7, gunung sebagai pasak. Redaksi surat ini sesuai ilmu geologi yang menemukan bahwa gunung memiliki akar seperti pasak yang membantu menstabilkan kerak bumi.
“Allah SWT memberikan akal kepada manusia agar mampu merenungi, memahami, dan mengamalkan firman-Nya. Akal digunakan untuk menggali hikmah dari Al-Quran dan As-Sunnah,” pungkasnya.
Editor: Rahma Frida