Syahrial Galantung (kanan) bersama Bupati Boyolali 2021-2025, M. Said Hidayat (kiri), Senin (26/8/2024). (IG M. Said Hidayat)
Syahrial Makgalantung, Pemimpin Strategis pada Masa Krisis : Syahrial Galantung (kanan) bersama Bupati Boyolali 2021-2025, M. Said Hidayat (kiri), Senin (26/8/2024). (IG M. Said Hidayat)
Syahrial Galantung (kanan) bersama Bupati Boyolali 2021-2025, M. Said Hidayat (kiri), Senin (26/8/2024). (IG M. Said Hidayat)

Syahrial Makgalantung, Pemimpin Strategis pada Masa Krisis

Pada masanya, Boyolali berhadapan dengan gejolak politik dan ekonomi dalam negeri yang tak mudah.


Nyuwardi
Anggota KAHMI Boyolali
Komisioner KPU Boyolali

 

Boyolali tengah berduka. Rabu (12/11/2025) pukul 00.32, Bupati Boyolali Periode 1994-1999, Syahrial Makgalantung, wafat di Rumah Sakit Dharmais Jakarta. Ia mengembuskan napasnya yang terakhir pada usia 76 tahun. Sehari-hari sebelum meninggal, almarhum tinggal di Jalan Anyelir F 29 KPAD Cijantung II Kampung Gedong, Pasar Rebo, Jakarta Timur.

Merujuk pada buku berjudul Syahrial Makgalantung (Bupati Boyolali Tahun 1994-1999): Sosok Tentara Asal Kabupaten Selayar yang Dikenal Demokratis karya Yoga Pradhana, terbitan Pandiva tahun 2023, Kolonel TNI (Purn.) Syahrial Makgalantung berasal dari Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan. Selayar juga tanah kelahiran Menteri Negara Pendayagunaan BUMN pertama di Indonesia, Tanri Abeng.

Bagi sejawatnya, Bupati Syahrial dikenal memiliki kepemimpinan yang demokratis. Meskipun berlatar belakang militer, ia bukanlah sosok otoriter. Sebaliknya, ia begitu mau mendengar dan mengutamakan kepentingan rakyat. Bupati Syahrial tidak memandang perbedaan kultur sebagai hambatan memimpin. Pengalaman kariernya di TNI telah menjadikannya sosok yang mudah beradaptasi di mana pun ia ditempatkan.

Sebenarnya, Bupati Boyolali dari kalangan militer tak hanya Syahrial Makgalantung. Praktis, sejak geger geden kudeta G 30 S/PKI 1965, berturut-turut Boyolali dipimpin seorang tentara. Mereka adalah Letkol TNI Saebani (1965-1972), Letkol TNI Soehardjo (1972-1979), dan Letkol TNI M.C. Thohir (1979-1984).

Kepemimpinan ketiganya berstatus tentatif atau sementara. Para Bupati tersebut memiliki peran yang urgen dalam mendukung terlaksananya pembangunan di daerah, mengawali pemerintahan yang baru, dan menjaga keamanan Boyolali pasca-G 30 S/PKI.

Setelah kepemimpinan Letkol TNI M.C. Thohir, jabatan kepala daerah Boyolali bersifat tetap, dimulai dengan dilantiknya Letkol Mochamad Hasbi sebagai bupati Boyolali periode I 1984-1989 yang berlanjut periode II 1989-1994. Ia dikenal sebagai pencetus slogan ‘Boyolali Tersenyum’ yang masih tersemat hingga sekarang.

Selama menjabat, kepemimpinan Bupati Syahrial mengalami berbagai peristiwa besar berskala nasional yang turut berdampak besar bagi warga Boyolali. Tiga di antaranya yaitu kemarau panjang sebagai dampak El Nino, krisis moneter yang disusul dengan berakhirnya era Orde Baru, serta Pemilihan Umum dua kali, yaitu pada 1994 dan 1999.

Tak terbayangkan bagaimana peliknya kondisi saat itu, terutama pada hari-hari menjelang runtuhnya Orde Baru hingga terbit era Reformasi. Bupati Syahrial selalu turun tangan langsung untuk mengondusifkan situasi di seantero pelosok Boyolali.

Selanjutnya, beradaptasi dengan kebijakan pemerintahan era Reformasi tidaklah mudah di mana pemerintahan sebelumnya yang sentralistis diubah menjadi desentralistis. Namun, masa transisi itu dilewati Bupati Syahrial dengan sungguh-sungguh. Dedikasinya tidak surut sejengkal pun.

Warisan Pertanian

Krisis moneter 1997-1998 serta Pemilihan Umum 1997 dan 1999 menjadi dua kronik bersejarah yang terbukti dapat terlampaui dengan baik oleh kepemimpinan Bupati Syahrial. Namun, salah satu buah dari keberhasilan kepemimpinannya terlihat jelas di bidang pertanian.

Pada tahun 1997, anomali cuaca dan terjadinya El Nino mengakibatkan ladang-ladang kering, tumbuhan mati, krisis air, hingga petani gagal panen. Kekeringan berimplikasi pada perekonomian yang mengalami stagnasi, masalah kesehatan, dan kemiskinan.

Boyolali turut terkena dampaknya. Beruntung, Waduk Kedung Ombo yang berada di Kecamatan Kemusu dapat diandalkan untuk irigasi tanah-tanah pertanian. Pembangunan waduk pada tahun 1985 yang semula menuai kecaman dari masyarakat, tak dinyana bakal menolong warga dari kekeringan yang melanda.

Bupati Syahrial memerintahkan pembukaan beberapa sumber mata air sebagai solusi menekan dampak kekeringan di samping memanfaatkan air Waduk Kedung Ombo yang sudah ada. Salah satunya, sumber mata air di Pantaran Ampel yang dibuka dengan volume sangat besar, sehingga dapat mengalir ke berbagai wilayah.

Kondisi kekeringan di Boyolali pun berangsur-angsur dapat teratasi. Meskipun terbatas, warga dapat mengairi persawahan mereka hingga masa panen tiba. Selain itu, mereka dapat memanfaatkan sumber mata air untuk keperluan mandi, memasak, dan lain-lain. Dengan rakyat terbantu akan kebutuhan airnya, mereka juga dapat tetap sehat sehingga dapat beraktivitas seperti biasa.

Tidak hanya padi, Boyolali kala itu tercatat memiliki komoditas lain yang populer. Buah pepaya menjadi hasil unggulan dan ikon pertanian Boyolali sekitar tahun 1997-1999. Pemkab Boyolali bahkan berupaya melakukan kerja sama dalam pengolahan ampas pepaya karena memang buah tersebut mengeluarkan wangi yang menyegarkan.

Boyolali juga memiliki durian populer yang diberi nama ‘Sunan’. Daging buahnya berwarna krem, tebal serta kering berlemak dan teksturnya berserat halus dengan aroma yang tajam. Ciri yang lain, durian ini mempunyai rasa yang manis dan duri pada kulitnya rapat serta panjang. Ketika durian dibuka maka akan tampak daging buah berukuran besar, hampir memenuhi kulit, serta beraroma kuat.

Pada masa kepemimpinannya, Bupati Syahrial membangun embung untuk persediaan air di lokasi strategis dengan view alam yang indah berupa wisata air di Tlatar. Sebuah terobosan yang bukan hanya mewakili sektor pertanian, tapi juga memperkuat sektor pariwisata Boyolali. Tlatar, hingga kini, masih menjadi destinasi favorit wisatawan, baik dalam maupun luar daerah.

Teladan Kepemimpinan Krisis

Bila ditilik lebih dalam, Bupati Syahrial dapat dikatakan memiliki gaya kepemimpinan krisis (crisis leadership). Tak dapat dibayangkan, andai Kabupaten Boyolali ketika itu tidak dipimpin olehnya. Sentuhan disiplin ala militer yang terimplementasi dengan baik dengan cara merakyat terbukti mengantarkan Kota Susu untuk melewati masa-masa krisis.

Dalam buku berjudul 10 Gaya Kepemimpinan Masa Kini karya Moh. Dwi Kharis Rifai terbitan Penerbit Cahya Ghani Recovery tahun 2024, dijelaskan bahwa gaya kepemimpinan krisis mengacu pada kemampuan seorang pemimpin untuk mengelola, memimpin, dan membuat keputusan strategis selama situasi krisis atau kondisi yang tidak menentu.

Dalam situasi krisis, Bupati Syahrial mampu merespons dengan cepat dan efektif untuk mengurangi dampak negatif serta memandu Pemkab Boyolali menuju pemulihan. Gaya kepemimpinan krisis yang ia punyai mencakup berbagai keterampilan, seperti membangun komunikasi dengan jelas, melakukan pemecahan masalah, pengambilan keputusan yang cepat, serta kemampuannya menginspirasi dan memotivasi orang-orang yang dipimpin di tengah tekanan.

Sosok itu kini telah berpulang menghadap Sang Pencipta. Manfaat atas jasa-jasanya selama memimpin Kabupaten Boyolali tidak akan hilang. Generasi kepemimpinan yang baru kemudian dapat menokohkannya sebagai teladan kepemimpinan krisis. Pemimpin yang tidak akan berhenti berjuang untuk kebaikan Boyolali, apa pun yang terjadi. Sebab, kepemimpinan formal, meski dibatasi waktu, warisannya bisa saja tak lekang zaman, selama bermanfaat luas.

Editor: Herlina


Berita Terkait

Mungkin Anda Tertarik