Peringatan 15 Tahun Erupsi Merapi di Sekolah Gunung, Minggu (9/11/2025). (Lori Gondang Library)
Refleksi 15 Tahun Erupsi Merapi : Peringatan 15 Tahun Erupsi Merapi di Sekolah Gunung, Minggu (9/11/2025). (Lori Gondang Library)
Peringatan 15 Tahun Erupsi Merapi di Sekolah Gunung, Minggu (9/11/2025). (Lori Gondang Library)

Refleksi 15 Tahun Erupsi Merapi

Acara yang digelar di Sekolah Gunung inisiasi Mas Sukiman ini merawat rasa saling peduli masyarakat lereng Merapi.


Sentot Suparna
Founder Lori Gondang Library

 

Minggu pagi (9/11/2025), cuaca lereng Merapi tampak begitu cerah. Sinar matahari seolah menyemangati aktivitas warga setempat yang sedang tenggelam dalam kesibukan sehari-hari.

Begitu pun kesibukan di pendapa Sekolah Gunung di Desa Sidorejo, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten. Mas Sukiman, tokoh masyarakat setempat dan beberapa warga terlihat sedang mempersiapkan penyelenggaraan sebuah acara.

Sekolah Gunung tak lain dari pusat kegiatan kemasyarakatan yang selama ini secara telaten dipersudi oleh Mas Sukiman. Sebuah embrio yang digadang sebagai lembaga pendidikan berbasis kegunung-apian. Orientasi Sekolah Gunung adalah edukasi tentang pelestarian alam, kepariwisataan, dan kebencanaan.

Kali ini, Sekolah Gunung menjadi tuan rumah sebuah acara bertajuk ‘15 Tahun Erupsi Merapi’. Refleksi duka dan keprihatinan seputar peristiwa erupsi Gunung Merapi tahun 2010. Acara tersebut sekaligus menjadi ajang reuni segenap elemen Paguyuban Sabuk Gunung (PASAG) Merapi dari empat Kabupaten, yakni Magelang, Sleman, Klaten, dan Boyolali.

Pasag Merapi merupakan komunitas organisasi relawan dan kalangan akademisi. Organisasi relawan yang hadir dalam acara tersebut, antara lain Lintas Merapi, KAPPALA, MMB, Gita Pertiwi, FKAM, Sedulur Banyu, dan Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Yogyakarta mewakili kalangan akademisi.

Nuansa keakraban terlihat kental mewarnai pendapa Sekolah Gunung pada pagi itu. Suasana hangat dan familier membuat acara yang berlangsung non-formal terasa tertib dan lancar. Kang Gendhon sebagai pemandu acara tampil lugas namun luwes saat meramu penyampaian para hadirin dan narasumber. Setiap termin mengalir runut, merajut obrolan yang saling bertaut.

Selepas ishoma, masih ada beberapa penyampaian sebelum acara berakhir. Meskipun tidak tertuang dalam sebuah format, ada ‘catatan’ yang bisa dibawa pulang oleh masing-masing peserta. Interaksi non-formal hari itu minimal menjadi wahana silaturahmi dan bertukar pengetahuan serta pengalaman. Penanganan dampak bencana erupsi Merapi tahun 2010 sangat bermanfaat sebagai bahan evaluasi untuk kepentingan di masa depan.

Rangkaian acara ditutup dengan doa, memohon perlindungan dan keselamatan bagi warga masyarakat lereng Merapi. Tidak dapat dipungkiri bahwa daerah lereng Merapi merupakan zona yang berisiko terdampak bencana, khususnya peristiwa erupsi. Sejarah panjang aktivitas Merapi, banyak bercerita tentang peristiwa erupsi sejak ratusan tahun silam.

Merawat Kekompakan

Setiap bencana selalu diikuti kondisi darurat yang harus ditangani secara cepat dan tepat. Dalam hal ini, kesiapan dan kerja sama berbagai pihak, termasuk warga masyarakat terdampak bencana, sangat menentukan. Kekompakan antar-elemen akan meminimalisasi risiko akibat kesenjangan maupun ketimpangan yang mungkin terjadi.

Dari penyampaian beberapa relawan, tersirat bahwa kesiapan penanganan bencana bukan hanya menyangkut sarana fisik dan prosedur operasional. Kesamaan pemahaman tentang penanganan bencana pra, media, dan pasca-erupsi juga turut menentukan kelancaran operasional di lapangan. Fase erupsi dan psikis warga terdampak merupakan contoh situasi- kondisi yang harus menjadi kesepahaman bersama.

Bagi warga terdampak erupsi, evakuasi bukan sekadar meninggalkan zona bencana. Keterkaitan dengan kebun dan hewan ternak sebagai mata pencarian berdampak timbulnya keresahan. Di lokasi pengungsian, keresahan akan berlanjut karena relatif tidak berkegiatan.

Acara yang digelar Pasag Merapi hari itu terbilang sebagai kegiatan yang sangat strategis. Dalam situasi normal, beragam metode pendekatan harus terus dilakukan untuk pembinaan kesiapan menghadapi situasi darurat. Kesamaan cara pandang antara masyarakat, relawan, akademisi, dan pemerintah terkait darurat bencana akan mewujudkan sinergi yang kian selaras.

Usai acara, lereng Merapi diguyur hujan. Beberapa relawan singgah di Kopi Rumah Tua, kedai kopi milik Mas Sukiman. Letaknya 50 meter di sebelah timur pendapa Sekolah Gunung. Obrolan ngalor – ngidul seputar lereng Merapi pun berlanjut.

Di sela kepulan asap rokok dan secangkir kopi, terpampang slogan yang sangat familier di kalangan komunitas Pasag Merapi, ‘Hidup Nyaman di Tengah Ancaman’. Sungguh sebuah kalimat filosofis yang mengisyaratkan bahwa Merapi memang semestinya dihormati dan dicintai.

Editor: Astama Izqi Winata


Berita Terkait

Mungkin Anda Tertarik