Muhamad Taufik Hidayat (berkemeja kotak-kotak) bersama mahasiswa bimbingannya. (Set Champion Camp)
Muhamad Taufik Hidayat, Gembleng Mahasiswa UMS dengan Champion Camp : Muhamad Taufik Hidayat (berkemeja kotak-kotak) bersama mahasiswa bimbingannya. (Set Champion Camp)
Muhamad Taufik Hidayat (berkemeja kotak-kotak) bersama mahasiswa bimbingannya. (Set Champion Camp)

Muhamad Taufik Hidayat, Gembleng Mahasiswa UMS dengan Champion Camp

Sejumlah mahasiswa dibimbing intensif dalam sebuah ‘camp’ karya tulis ilmiah yang seru dan menyenangkan agar berkualifikasi juara, baik ‘skill’ maupun mental.


PABELAN, Kartasura | Pembentukan karakter sebuah bangsa, bermula dari pendidikan, sejak dari keluarga hingga perguruan tinggi. Generasi berkarakter hasil pendidikan berkarakter inilah yang bersumbangsih pada baik-buruknya masa depan sebuah bangsa. Karena itulah, inovasi dalam pendidikan selalu dibutuhkan agar peka zaman.

“Mahasiswa sekarang berbeda dengan semasa saya kuliah dulu. Waktu itu, saya sibuk sekali turut dalam berbagai lomba dan kejuaraan. Selain memang suka, motif hadiah sangatlah besar. Tetapi, sekarang, misal mahasiswa ditawari pilhan, juara lomba dengan nilai B dan tidak juara lomba tapi nilainya A, pasti mereka memilih opsi kedua,” ujar dosen Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Muhamad Taufik Hidayat, beberapa waktu lalu.

Ia berbagi pengalaman mengajar mahasiswa UMS yang ternyata jauh berbeda dengan perilaku mahasiswa pada zamannya. Begitulah, zaman telah berubah, terutama pola hidup digital yang begitu mempengaruhi cara berpikir dan gaya hidup peserta didik. Realitas ini membutuhkan sentuhan pengajaran yang inovatif agar tujuan pendidikan tetap teraih.

Sedari mulai mengajar di UMS pada 2017, Associate Research Fellow di The World Fatwa Management and Research Institute (INFAD-Malaysia) ini memang mendedikasikan diri pada pembimbingan karya tulis ilmiah. Ia tak sungkan untuk menawarkan diri kepada siapa saja yang tertarik untuk itu bahkan tak berbayar.

Passion saya di lomba karya tulis ilmiah. Meski dulu saat kuliah, saya ikut lomba apa saja, mulai dari comic street, logo, hingga puisi. Ketika saya berkesempatan membimbing mahasiswa untuk berlomba, terutama karya tulis ilmiah, saya sungguh senang,” terang Taufik.

Atensi dan inisiatif pendampingan mahasiswa itu lalu disampaikannya kepada pimpinan, dan pada 2018, lahirlah kebijakan pendamping secara formal karya ilmiah. Taufik terlibat di dalamnya. Mulai saat itulah, ia membidani kelahiran PGSD Science Club untuk mengelola tugas-tugas kuliah yang akan dikompetisikan pada Program Kreativitas Mahasiswa (PKM).

“Sebenarnya, event lomba karya ilmiah sangat banyak, bukan hanya PKM. Semua kampus punya bahkan hingga ke fakultas. Setiap ada informasi lomba, biasanya saya infokan kepada mahasiswa. Ketika ada yang tertarik, saya bimbing hingga capaian tertingginya,” tutur alumnus Universitas Negeri Semarang tersebut.

PGSD Science Club tidak berjalan lancar, karena lebih mirip kuliah tambahan yang bagi banyak mahasiswa, memberatkan dan membosankan. Pertemuan sekali dalam seminggu untuk mempelajari serba-serbi karya tulis ilmiah tidak menarik bagi mahasiswa. Satu per satu tak hadir, dan praktis, hanya menyisakan beberapa mahasiswa.

Taufik pun mengubah strategi. Bila awalnya ia berbekal silabus untuk memahamkan mahasiswa, pada masa selanjutnya, mahasiswa langsung diorientasikan pada bimbingan lomba karya tulis ilmiah. Jadi, jumlah anggota yang semakin sedikit dari ke hari, sejak klub dibuka, tidak sia-sia. Pada tahun 2018, prestasi pertama ditorehkan. Selanjutnya, tak terhitung lagi jumlah medali yang diperoleh dari ratusan event yang diikuti.

Inovasi Champion Camp

Setelah prestasi membanjir, Taufik menginisiasi Champion Camp. Ia merekrut sejumlah mahasiswa untuk digembleng dalam sebuah camp tersruktur dan sistematis, bernama ‘Champion Camp’. Harapannya, camp dapat menempa para mahasiswa semakin tangguh dan berkualifikasi siap tanding.

Tapi jangan bayangkan camp ini sebuah pelatihan yang kaku dengan jadwal padat dan membuat lelah. Champion Camp biasanya digelar di tempat rekreasi yang inspiratif dan menyenangkan. Para peserta bukan hanya meningkatkan kapasitas keilmuan, tapi juga dapat refreshing dan healing. Suasananya akrab, penuh dialog, dan lebih mirip komunitas privat dengan orientasi khusus.

Karena telah banyak didikannya yang berprestasi, saat Champion Camp digelar, Taufik tak lagi sendirian. Untuk beberapa sesi yang bisa didelegasikan, para mahasiswa senior dapat melakukannya. Dengan begitu, suasana mulai kolaboratif. Bila biasanya dosen pembimbing tampak lebih dominan, dengan Champion Camp, semua bisa turut andil dalam peningkatan kapasitas. Anggota baru juga dapat turut memberi masukan tentang banyak hal.

“Anggota baru dapat belajar banyak dari pendahulunya agar dapat memupuk semangat menjadi juara. Bila pun belum juara, mereka mendapatkan pengalaman yang belum tentu didapatkan di tempat lain. Karena, harapan saya, dapat memunculkan minat untuk berpikir ilmiah lalu menemukan masalah dalam kehidupan masyarakat berikut tawaran solusinya,” ucapnya yakin.

Champion Camp pada akhirnya selayak benchmarking bagi Prodi PGSD UMS. Setiap mahasiswa yang tertarik untuk berkompetisi pada lomba karya tulis ilmiah di berbagai event secara sistem akan dikover oleh Champion Camp. Karena lahir dari jatuh-bangun kolaborasi mahasiswa dan dosen dalam tempo yang relatif telah cukup, camp tersebut semakin menemukan bentuk dan polanya.

“Malah bagi mereka yang telah lulus dan sudah bekerja, ada yang masih bisa menyempatkan diri berkontribusi pada program ini. Misal, ada yang telah mengajar, lalu riset yang dilombakan mengambil kasus studi di sekolahnya,” kata Taufik.

Pada jangkauan lebih luas, kembali pada generasi berkarakter yang akan berkontribusi pada bangsa dan negara tadi, program serupa Champion Camp dapat dimaknai sebagai pembentukan kebiasaan yang diupayakan terus-menerus. Mahasiswa lantas terbiasa dengan hal-hal berkualitas.

“Ya, selalu ada cara untuk membersamai peserta didik agar terus maju dan berkembang. Karena itu tugas para pendidik,” pungkas Taufik bersemangat.

Editor: Rahma Frida


Berita Terkait

Mungkin Anda Tertarik