Andik Waluyo (tengah) dalam sebuah penyaluran program pemberdayaan ekonomi. (Lazismu Peduli)
Andik Waluyo, Pejuang Filantropi Muhammadiyah Alumnus UMS : Andik Waluyo (tengah) dalam sebuah penyaluran program pemberdayaan ekonomi. (Lazismu Peduli)
Andik Waluyo (tengah) dalam sebuah penyaluran program pemberdayaan ekonomi. (Lazismu Peduli)

Andik Waluyo, Pejuang Filantropi Muhammadiyah Alumnus UMS

/ Inspirasi

Bekerja untuk umat bukanlah beban, melainkan kehormatan.


Di tengah sikap oportunisme juga individualisme yang semakin dominan, sosok Andi Waluyo justru muncul sebagai figur yang lekat dengan pengabdian. Ia lahir dan besar di Malang, merantau dan kuliah di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), kemudian menetap di Purwodadi, Kabupaten Grobogan.

Andik kini menjadi salah satu pilar penting dalam gerakan filantropi Muhammadiyah melalui perannya sebagai Manajer Eksekutif Lazismu Kabupaten Grobogan. Hidupnya ia wakafkan di jalan pengabdian, perjuangan, dan idealisme yang kuat untuk menciptakan perubahan nyata.

Keberhasilannya saat ini tidak terlepas dari organisasi yang dulu menempanya, yakni Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). Jejak langkahnya dimulai dari IMM Komisariat Moh. Hatta Fakultas Ekonomi Bisnis UMS pada tahun 2009, tempat ia dipercaya sebagai Kepala Bidang Sosial dan Masyarakat.

Dari sana, langkahnya tidak pernah surut. Ia kemudian menjadi pendiri sekaligus Ketua Umum IMM Cabang Kabupaten Grobogan pada 2016.

Kepemimpinan dan visi sosialnya mengantarkan Andik ke posisi yang lebih strategis, termasuk sebagai Ketua Pemuda Muhammadiyah Kabupaten Grobogan periode 2023–2027, Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Daerah Muhammadiyah Grobogan, serta Koordinator Daerah program Muhammadiyah Berkemajuan Membangun (MBM), salah satu program yang diinisiasinya.

Bersama Lazismu, Andik telah menjelma menjadi motor penggerak dalam menjawab persoalan sosial dan ekonomi umat. Bagi Andik, menjadi bagian dari Lazismu bukan sekadar pekerjaan administratif, melainkan medan juang yang sarat makna keagamaan dan nilai kemanusiaan.

Dalam pandangannya, seorang pegiat Lazismu harus memahami secara mendalam ajaran KH Ahmad Dahlan, khususnya dalam konteks tafsir sosial dari Quran Surat Al-Ma’un.

“Lazismu bukan hanya lembaga filantropi biasa. Ia adalah bagian integral dari persyarikatan Muhammadiyah yang memiliki peran struktural dan ideologis dalam menjalankan amanah umat,” tuturnya.

Menurut Andik, kerja filantropi tak cukup dengan niat baik. Ia harus dilandasi pemahaman struktural organisasi, konteks sosial-ekonomi masyarakat, serta prinsip syariah dan manajemen keuangan yang akuntabel.

Dengan pemahaman itu, seorang amil Lazismu mampu memilah antara program jangka pendek (charity) dan jangka panjang (produktif), serta menyesuaikan bantuan dengan kebutuhan nyata mustahik (penerima manfaat).

Mimpi Besar

Impian terbesar Andik untuk Lazismu Grobogan bukanlah sekadar menyalurkan dana zakat, infak, dan sedekah, tetapi membangun kemandirian mustahik melalui program-program produktif. Ia bermimpi menciptakan siklus ekonomi yang terintegrasi—mulai dari peternakan, perdagangan UMKM, hingga pertanian dan perkebunan—yang semuanya saling menunjang.

“Harapannya, mustahik tidak lagi bingung dalam menerima bantuan. Program harus berkesinambungan, bukan terputus-putus,” terangnya.

Di bawah kepemimpinan Andik, Lazismu Grobogan telah melahirkan berbagai program unggulan. Selain program charity konvensional seperti bantuan sosial dan santunan, Lazismu juga mengembangkan sektor produktif seperti peternakan domba dan kambing, penguatan UMKM, serta pemberian beasiswa.

Salah satu program yang paling dirasakan dampaknya oleh masyarakat adalah layanan ambulans gratis. Layanan ini menjadi sangat vital, terutama bagi pasien yang membutuhkan rujukan ke rumah sakit besar di kota lain, seperti misalnya, Semarang.

“Jika menggunakan jasa lain, biaya ambulans bisa mencapai Rp1 juta hingga Rp2 juta. Tapi kami layani gratis hingga selesai, bahkan sampai (pengurusan) jenazah jika diperlukan,” ungkap Andik.

Di balik keberhasilan program-program tersebut, peran Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Grobogan sangat signifikan. PDM tidak hanya memberikan dukungan moral, tetapi juga kebijakan konkret, termasuk menginstruksikan seluruh komponen persyarikatan untuk bersinergi dan mendukung program-program Lazismu. Kebijakan satu atap dalam pengelolaan zakat, infak, dan sedekah adalah bentuk nyata dukungan PDM terhadap transparansi dan efisiensi manajemen dana umat.

Kepemimpinan

Keberhasilannya dalam berbagai program Lazismu Grobogan tidak terlepas dari cara kerja Andik membangun tim yang solid. Menurutnya, membangun tim solid dalam organisasi sosial seperti Lazismu bukan perkara mudah. Namun Andik berhasil menciptakan budaya kerja yang disiplin, terbuka, humanis, transparan, dan cekatan.

Ia juga menanamkan doktrin bahwa menjadi amil bukan sekadar profesi, tetapi panggilan jiwa yang termaktub dalam Al-Quran.

“Amil adalah profesi yang disebutkan dalam Al-Quran. Ini tugas mulia. Jadi harus dikerjakan dengan semangat ibadah dan tanggung jawab tinggi,” tegasnya.

Hobi berenang yang digemarinya barangkali menjadi simbol dari caranya menghadapi kehidupan. Ia menaklukkan arus, mengatur napas, dan tetap tenang di tengah gelombang. Sementara motonya, ‘hidup atau tidak sama sekali’ mencerminkan ketegasan dan keberaniannya dalam mengambil sikap serta bertindak.

Andik Waloyo adalah representasi generasi muda Muhammadiyah yang bukan hanya mampu berpikir strategis, tetapi juga bekerja nyata di akar rumput. Dalam dunia yang makin pragmatis, ia menawarkan idealisme dan keteladanan bahwa bekerja untuk umat bukanlah beban, melainkan kehormatan.

Inilah inspirasi yang brilian dari perpaduan kepemimpinan kaum muda, terobosan, dan inovasi strategis dalam gerakan filantropi umat dari lazismu, untuk Indonesia.

Editor: Rahma Frida


Berita Terkait

Mungkin Anda Tertarik